Senin, 09 Oktober 2017

Perkembangan Agama Hindu Di Bali Setelah Kemerdekan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. kemerdekaan itu diperoleh berkat perjuangan keras dari bangsa Indonesia terhadap penjajah.

Sejak kemerdekaan itu negara kita terlepas dari penjajahan. Bangsa kita mengatur negaranya sendiri berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal itu juga mempengaruhi aktivitas kehidupan beragama yang dulunya berbeda-beda pada setiap wilayah kerajaan, setelah kemerdekaan dapat diseragamkan seperti perayaan Nyepi. Lebihlebih pada tanggal 3 Januari 1946 berdirilah Departemen Agama yang mengatur dan membenahi pelaksanaan dan kehidupan beragama. Walaupun Departemen Agama telah terbentuk, Agama Hindu pada saat itu belum mendapat pengakuan, akan tetapi berkat perjuangan yang terus dilakukan, Agama Hindu mendapat pelayanan dari Pemerintah. Berkat perjuangan itu maka di Bali dibentuk Dinas Agama Otonom Daerah Bali yang terus berjuang agar Agama Hindu segera mendapat pengakuan dari Pemerintah. Akhirnya pada tahun 1963 dengan keputusan Menteri Agama No. 100 tahun 1962 Agama Hindu akhimya diakui secara Nasional.

 Usaha-usaha untuk membina kehidupan beragama di Bali khususnya Agama Hindu terus ditingkatkan. Tanggal 21 sampai dengan 23 Pebruari 1959 diadakan pertemuan/pesamuan agung pada umat Hindu yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah Provinsi dan kabupaten, Kepala Kantor Agama Kabupaten serta Pemimpin Organisasi dan Yayasan yang bercorak kehinduan.Dalam pesamuan agung itu diputuskan suatu dewan yang bernama “Parisdha Hindu Dharma” Bali dengan susunan pengurus terdiri dari 11 orang Sulinggih dan 22 orang paruman Welaka. Tugas pengurus adalah mengatur, memupuk dan mengembangkan kehidupan beragama di Bali.

Sejak berdirinya Parisadha Hindu Dharma Bali yang kemudian disingkat PHDB, tugasnya sangat berat karena agama Hindu waktu itu belum diakui secara nasional. Agar mendapat pengakuan membutuhkan perjuangan dan perlunya menilai perkembangan jaman. Maka pada tanggal 3 Oktober 1959 diadakan Pesamuan Agung I Parisadha Hindu Dharma Bali (PHDB) di SMP Dwijendra. Pada saat itu diputuskan untuk menerbitkan buku agama Hindu untuk sekolah-sekolah di Bali yang berjudul “Dharma Prawerti Sastra”. Dengan tersebarnya buku agama Hindu ini ke sekolahsekolah kemajuan agama Hindu mulai tampak. Pada tanggal 4 Juli 1959 atas dukungan Yayasan Dwijendra berdirilah Sekolah Pendidikan Guru Atas Hindu Bali (PGAH Bali). Dan dinegerikan oleh pemerintah pada tahun 1968. Sekolah PGAH Bali ini mendidik generasi muda untuk menjadi guru agama Hindu yang nantinya bertugas di sekolahsekolah yang ada di Bali.

Selanjutnya pada tanggal 19 Maret 1960 diadakan Pesamuan Agung II di Balai Masyarakat Kota Denpasar menyusul Pesamuan Agung III dan IV tahun 1960. Pada tanggal 21 Oktober 1961 berlangsung Pesamuan Agung V bertempat di SMP Dwijendra Denpasar. Keputusan yang penting diambil pada Pesamuan Agung itu adalah rencana penyelenggaraan Karya Eka Dasa Rudra pada tahun 1963. Pada

tanggal 17 sampai 23 Nopember 19.61 Pesamuan. Agung diselenggarakan di Campuan Ubud di Pura Gunung Lebah.
Pada Pesamuan ini dibicarakan pengasrama para Pendeta (Sulinggih) yang disebut “Dharma Asrama”. Keputusan yang terpenting diputuskan pada saat itu adalah tentang “Piagam Campuhan Ubud .yang berisi tentang keputusan penting bagi perkembangan agama Hindu selanjutnya

Isi dari Piagam Campuhan Ubud adalah 5

1. Mengenai Dharma agama meliputi tentang pengakuan Weda Sruti sebagal inti ajaran Hindu dan Dharma Sastra Smerti sebagai tuntunan ajaran Sustra.  Tentang pendirian Perguruan Tinggi Agama, Pendirian Padmasana pada setiap Kahyangan Tiga, serta tentang pedewasan Hari Raya.
2. Mengenai Dharma Negara meliputi tentang kemerdekaan, percobaan senjata nuklir, menjunjung tinggi Pancasila, memperjuangkan agama Hindu agar  menjadi bagian dari Departemen Agama, memupuk semangat gotong royong dan membenarkan petugas dengan berpakaian dinas masuk dan melakukan persembahyangan di pura-pura.

Sebagai tindak lanjut dari isi Piagam Campuan Ubud maka pada tanggal 3 ' Oktober 1963 didirikan “Maha Widya Bhawana” Institut Hindu Dharma (IHD)”. Maha Widya Bhawana/Institut Hindu Dharma (IHD) sekarang bernama Universitas Hindu Indonesia (UNHI). Dengan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Hindu ini, banyak generasi muda yang melanjutkan pendidikannya di sini. Sehingga ajaran agama Hindu yang bersurat dan tersirat dalam kitab suci serta di lontar-lontar dapat digali, diterjemahkan dan disampaikan kepada umat

Dengan adanya IHD dan Parisadha Hindu Dharma Bali (PHDB) ajaran Hindu terus digali dan dirumuskan disesuaikan dengan dunia pendidikan sehingga agama Hindu tidak dipelajari oleh orang-orang tua saja, tetapi dipelajari oleh generasi muda melalui sekolah-sekolah maupun Perguruan Tinggi. Selanjutnya disetiap provinsi dan kabupaten diseluruh wilayah negara Republik Indonesia berdirilah Parisadha. Pada tanggal 7 sampai [0 Oktober 1964 dilaksanakan Mahasabha ] yang dihadiri oleh utusan Parisadha seluruh Indonesia dan memutuskan tentang penyempurnaan Lembaga Hindu Parisadha Hindu Dharma Bali menjadi Parisada Hindu Dharma. 

Pada tanggal 2 sampai 5 Desember 1968 diselenggarakan Mahasabha 1] di Denpasar dilanjutkan dengan Pesamuhan Agung yang dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 21 sampai 24 Februari 1971 yang menghasilkan rumusan dibidang Dharma Agama dan Dharma Negara. Rumusan itu meliputi pengajuan usulan kepada Pemerintah Pusat agar perayaan Hari Raya Nyepi menjadi hari libur nasional.

Mahasabha III diselenggarakan tanggal 27 sampai 29 Desember 1973 di Denpasar dan Mahasabha IV diselenggarakan pada tanggal 24 sampai 27 Desember 1980 di Denpasar. Mahasabha ini menghasilkan beberapa keputusan penting yaitu prihal tempat suci dan kepanditaan 

Mengenai hari raya Nyepi setelah 12 tahun masa pengajuannya kepada Pemerintah, berdasarkan Keputusan Pemerintah nomor 3 Tahun 1983, Hari Raya Nyepi diakui sebagai hari libur nasional. 

Selanjutnya diselenggarakan Mahasabha V pada tanggal 24 -27 Pebruari I986 memutuskan tentang ajaran agama dan pesantian Hindu atau Widyalaya. Selain itu dilakukan perubahan nama dari Parisadha Hindu Dharma Bali Menjadi Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI). 

Mahasabha VI diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 9 sampai 14 September l99l. Mahasabha ini diputuskan pemilihan tempat kerja pengurus yaitu pengurus PHD! yang melaksanakan Dharma Negara berkedudukan di Jakarta dan yang menangani Dharma Agama berkedudukan di Bali. Pada Mahasabha VII dan VIII terjadi perubahan struktur kepengurusan PHD]. 

Parisadha memberikan pemahaman ajaran agama Hindu kepada umat. Parisadha Hindu Dharma lndonesia (PHD!) adalah merupakan lembaga tertinggi Umat Hindu yang berfungsi menata, merumuskan ajaran dan mengembangkan kehidupan beragama Hindu sehingga terus dapat berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Parisadha memberikan pemahaman ajaran Agama Hindu kepada umat melalui ceramah dan dharma tula. 

Kenyataannya memang perkembangan umat Hindu sudah demikian meluasnya sampai ke luar Pulau Bali, tersebar di seluruh pelosok tanah air Indonesia. 

Perkembangan itu disebabkan, antara lain oleh karena hal-hal sebagai berikut: 

1). Banyaknya umat Hindu dari Bali yang bertransmigrasi ke Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Papua dan daerahdaerah lainnya. 

2). Tugas pekerjaan dan belajar di kota besar ke luar Bali. 

3). Pengaruh agama dan budaya leluhur (Hindu) pada penduduk asli di berbagai daerah di luar Bali, mengukuhkan diri untuk beragama Hindu, misalnya di Jawa Timur, yaitu Suku Jawa di Tengger, Blitar, Malang, Banyuwangi dan Madura. Di Jawa Tengah; yaitu Suku Jawa di Klaten, Boyolali, Sragen, Surakarta dan Yogyakarta. Di Sumatra, Kalimantan Tengah (Suku Dayak dan Kaharingan) di Sulawesi dan sebagainya. 

Demikian pula halnya dengan adanya Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha di DepartemenAgama RI, maka dibentuklah Lembaga Penyelenggara Penterjemah dan Penerbit Kitab Suci Veda dan Dharmapada pada tahun 1962 yang diketuai oleh Gede Pudja, MA. 

Adapun buku yang telah diterbitkan, antara lain Bhagavadgit’i, Manavadharmasastra (Manu Smrti), Aspek-aspek Agama Kita, Veda Parikrama, Isa Upanisad, Siva Sesana, sarasamuccaya, Brahmanda Purana, Brhadaranyaka Upanisad, Rgveda, Samaveda, Yajurveda, Atharvaveda, Chandogya Upanisad dan banyak lagi yang lainnya. ' 

Begitu pula di Bali ada salah seorang tokoh terkemuka, yakni seorang guru yang mahir dalam Sastra Bali dan Jawa Kuna (Kawi) serta mahir di bidang agama 1 adalah I Gusti Bagus Sugriwa, Beliau lahir tanggal 4 Maret 1900, meninggal tanggal 22 Nopember 1977. Beliau ini sangat besar jasanya dalam merintis menulis Sastra Bali, Jawa Kuna serta menulis ajaran agama Hindu. Karya-karya Beliau diterbitkan dalam bentuk buku yang diterbitkan oleh Toko Buku Balimas di Denpasar, diterbitkan sekitar tahun 1950-1970. Adapun karya Beliau, antara lain: Hari Raya Bali Hindu (1957) Kakawin Bharata Yudya (1958), Kakawin Sutasoma 

(1959), Kekawin Ramayana (1960), Sarasamuccaya (1967)), Dwijendra Tattwa (1967) serta masih banyak lagi yang lainnya. 

Juga ada orang India yang bernama Narendra Dev Pandit Sastri mendirikan Bhuwana Sarasvati Publication di Denpasar yang menerbitkan buku-buku tentang Agama Hindu seperti Tri Sandhya dan Veda Parikrama. 

Patut kita syukuri juga dalam perjuangan Pengurus Parisada, selama 12 tahun menunggu (dari 1971-1983) akhirnya Hari Raya Nyepi (Tahun Baru Saka) diakui secara nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 3 Tahun 1983, tertanggal 19 Januari 1983. Dengan demikian pada hari Raya Nyepi (tahun Baru Saka) dinyatakan sebagai hari libur nasional. Sedangkan hari raya yang lainnya, seperti Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Sarasvan dan Sivaratri belum diakui secara nasional, tetapi pemerintah memberikan cuti untuk merayakannya. 

Selanjutnya perkembangan tentang pemahaman ajaran agama terus dipicu dengan arahan dari Pemerintah Daerah Tingkat 1 Bali, bersama Parisada sampai ke tingkat desa agar umat Hindu : 

l). Membiasakan diri memakai salam dalam umat Hindu (Om Swastyastu). 

2). Mampu mengucapkan mantram Tri Sandhya serta mengetahui arti dan maksudnya. 

3). Meningkatkan pencerahan melalui sarasehan, ceramah (Dharma Wecana), diskusi (Dharmatula) dan pesantian (Dharmagita). 

4). Melaksanakan Sivaratri Puja (pada purwaning Tilem kepitu) dan malam sastra pada hari Sarasvati. 

Dimana kedua hari raya tersebut membawa dampak positif bagi umat Hindu ke depan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya sampai saat ini umat makin 

bergairah merayakan hari raya tersebut. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) adalah lembaga tertinggi (majelis 

umat Hindu) yang bertugas menata, merumuskan dan mengembangkan ajaran serta kehidupan beragama Hindu sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam mengantisipasi perubahan itu para pengurus Parisada, intelektual Hindu bersama unsur pemerintah mengadakan kajian ulang terhadap sastra-sastra Hindu 

untuk dapat disesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat, seperti dilaksanakannya Susunan Kesatuan Tafsir terhadap aspek-aspek Agama Hindu. 

Semua ini menghasilkan keputusan yang menyangkut pelaksanaan kehidupan beragama sehari-hari. Juga dilaksanakan paruman sulinggih yang tujuannya untuk menyamakan persepsi (pandangan) tentang kewajiban (swadharma) sulinggih dan hari baik-buruk (ala ayuning dewasa) dalam pelaksanaan yadnya. 

Jadi dapat disampaikan ., bahwa perkembangan agama Hindu setelah kemerdekaan Indonesia mengalami suatu perkembangan yang mengembirakan Serta peningkatan baik dari segi kualitas pemahaman maupun dari kuantitas umatnya juga mengalami kemajuan, umat Hindu tidak lagi merasa rendah dari karena agama Hindu bukan agama bumi, tapi agama wahyu. 

3. Hasil-hasil Pembangunan yang Bernuansakan Agama Hindu setelah Kemerdekaan Indonesia 

Umat Hindu patut berbesar hati menjadi generasi penerus Hindu karena agama Hindu adalah agama tertua di dunia bisa ajeg sampai sekarang bahkan terus berkembang. Kita wajib bersyukur dan berterima kasih kepada para pejuang agama (misionaris Hindu) yang dengan gigih dan semangat tinggi memperjuangkan kepada pemerintah agar dapat pelayanan sebagaimana mestinya. Berdasarkan data kepustakaan dan pengalaman di masyarakat setelah kemerdekaan banyak mengalami kemajuan baik secara fisik (material) maupun non material (mental spiritual) tentang pembangunan yang bernuansa Hindu demi ajegnya agama Hindu. 

Adapun hasil-hasil pembangunan tersebut adalah sebagai berikut: 

a. Pembangunan di Bidang Fisik (Material) 

l). Awalnya Majelis Agama Hindu bernama “Parisada Dharma Hindu Bali” kemudian dirubah menjadi Parisada Hindu Dharma Bali. Akhirnya berubah lagi menjadi “Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)". Ini menandakan bahwa agama Hindu bukan hanya ada di Pulau Bali saja melainkan sudah tersebar di seluruh pelosok tanah air Indonesia. 

2). Dibangun/didirikannya perguruan/sekolah yang bercorak Hindu, seperti sekolah Pendidikan Guru Agama Hindu (PGAH) di Denpasar yang didirikan tanggal 4 Juli 1959 dan dinegerikan oleh pemerintah tahun 1968. Diikuti oleh kota lainnya, seperti Singaraja, Karangasem, Tabanan, Mataram dan Klaten dengan adanya Perguruan Saraswati dan Perguruan Dwijendra. 

3). Adanya perguruan tinggi agama Hindu awalnya dengan nama Maha Widya Bhawana/Institut Hindu Dharma” kemudian mengalami perkembangan dalam sekian tahun menjadi Univeritas Hindu Indonesia (UNHI). 

4). Selanjutnya Sekolah Pendidikan Agama Hindu Negeri dijadikan Perguruan Tinggi Agama Hindu dengan nama Akademi Pendidikan Guru Agama Hindu (APGAH) kemudian dirubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH). Sekolah seperti ini juga berdiri di Mataram, Klaten, Lampung dan Kalimantan Tengah, Sekolah Tinggi Agama Hindu Denpasar berhasil dinegerikan dan namanya dirubah menjadi Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN). 

5). Adanya pesraman-pesraman di berbagai daerah sebagai tempat generasi muda Hindu memperdalam agama Hindu, bahkan adanya sistem belajar agama Hindu yang disebut dengan Gurukula di Bangli. 

6). Banyak tempat suci (pura) tersebar di seluruh pelosok tanah air Indonesia. seiring dengan berkembang dan menyebarnya umat Hindu. Seperti misalnya Pura Puncak Gunung Raung, Pura Penataran Giri Purwa, Pura Sri Satyaloka, Pura Sandya Dharma di Banyuwangi, Pura Girinata di Kediri, Pura Penataran Prabu Bhuwana di Blitar, Pura Desa Gelanggang di Malang, Pura Mandara Giri Semeru Agung di Lumajang, Pura Cadu Sakti di Lampung, Pura Giri Jaya Natha di Balikpapan, Pura Giri Wisesa di Kutai, Pura Agung Amerta Bhuwana di Batam dan banyak lagi yang telah tersebar di seluruh pelosok tanah air. _ 

7). Khusus di Bali baik itu gedung milik pemerintah maupun swasta sudah menampilkan seni budaya/Hindu dengan omamen/pahatan cerita yang dipetik dari Epos (Wira Carita) Ramayana dan Mahabharata. 

8). Dengan berkembangnya sekolah seni, seperti seni ukir, tabuh dan tari, Institut Seni Indonesia (ISI), Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) dan sebagainya menyebabkan segala sesuatu itu diwujudkan dalam bentuk fisik. 

9). Buku ajaran agama Hindu terus ditulis oleh para cendekiawan Hindu untuk diajarkan kepada generasi Hindu di sekolah, perguruan tinggi masyarakat dan pengasraman.


 b). Pembangunan di Bidang Mental Spiritual 

1). Sebelum diakui oleh pemerintah, ajaran agama Hindu sudah dapat ditemui oleh umat dan suku lain di Indonesia. Masuknya pemakaian iStilah-istilah Hindu seperti nama lambang negara (burung garuda), pita yang tertulis di kaki burung garuda berbunyi Bhinneka Tunggal Ika, nama-nama gedung pemerintah baik di pusat maupun di daerah memakai istilah Hindu, seperti Bina Graha, Wana Bhakti, Narigraha, Jaya Sabha dan sebagainya. 

2). Pelaksanaan Utsawa Dharmagita secara' terus menerus adalah salah satu cara menggali mutiara ajaran Hindu yang didapat dalam susastra atau pustaka suci. 

3). Memberikan Dharma Wecana oleh para tokoh Hindu baik di media cetak (koran, majalah) 'maupun lewat elektronik (radio, televisi) bahkan telah dikasetkan dan dibuat dalam bentuk Compac Disc (CD). 

4). Mengadakan pengasraman kelas setiap libur panjang (libur akhir tahun ajaran) untuk memberikan pendalaman ajaran agama kepada peserta didik. 

5). Pemerintah dengan surat keputusan Gubernur mewajibkan setiap desa pekraman agar mengadakan pengasraman kepada generasi muda untuk mendalami ajaran agama Hindu melalui praktik, seperti: persembahyangan, membuat sarana upakara, ceramah, diskusi, tanya jawab, dan sebagainya. 

6). Di bidang pendidikan pemerintah terus mengadakan perbaikan kurikulum agama Hindu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman dan pendidikan nasional.

7). Para pendidik agama Hindu diberikan penataran dan pelatihan oleh pemerintah ' agar dapat mengajarkan agama Hindu dengan baik dan benar sehingga nantinya dapat berhasil guna dan berdaya guna.