Jumat, 30 Agustus 2013

MENYUSUN DHARMA WACANA



Cara Menyusun dan Menyampaikan Dharma Wacana

            Upaya untuk meningkatkan keterampilan dalam memberikan dharma wacana kepada umat Hindu dapat ditempuh melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat). Selain itu dapat pula ditempuh melalui latihan mandiri atau praktek langsung oleh umat Hindu yang berminat untuk memberikan dharma wacana. Masih ada pula cara yang dapat ditempuh adalah melalui studi pada perguruan tinggi agama Hindu yang ada di Indonesia. Cara manapun yang ditempuh adalah baik, asalkan ada kesungguhan untuk menekuni kegiatan dharma wacana.

            Bagi umat Hindu yang ingin menjadi pembicara, nara sumber, informan, pendharma wacana atau dharma pracaraka, orator, juru penerang (jupen), penyuluh agama Hindu sesuai kebutuhan untuk menjadi penutur agama Hindu merupakan kesempatan emas bagi siapapun yang meminatinya. Bisa saja dari kalangan pemuda, yowana, mahasiswa, siswa, tokoh agama, tokoh masyarakat, dosen, guru, pejabat, ataupun yang lainnya untuk dapat menjadi pendharma wacana yang baik dan profesional, asalkan yang bersangkutan ada kemauan, ada kemampuan, ada pengetahuan, ada kesempatan untuk turut berperan dalam memberikan dharma wacana.
            Dharma wacana merupakan salah satu cara untuk menginformasikan ajaran-ajaran agama Hindu kepada umat Hindu pada khususnya dan umat mahusia pada umumnya. Dalam kondisi kekinian bahwa dharma wacana masih sangat relevan untuk dijadikan metode dalam membina dan mengembangkan visi dan misi agama Hindu di Bali maupun di Indonesia. Dharma artinya agama. Wacana artinya perkataan, wejangan, penuturan, pembicaraan, kata-kata dan sebagainya. Jadi dharma wacana artinya cara menuturkan isi ajaran agama Hindu kepada umat Hindu dan umat manusia pada umumnya.
            Pelaksanaan diklat dharma wacana atau diklat dharma pracaraka merupakan upaya positif yang patut didukung dan ditingkatkan terus intensitasnya, terutama oleh para mahasiswa, yang tujuannya untuk menambah tenaga-tenaga terampil dalam memberikan dharma wacana. Selain itu bahwa tujuan diklat dharma pracaraka adalah untuk memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang teori dan praktek dharma wacana. Sebagai tindak lanjut dan pelaksanaan diklat dharma pracaraka adalah untuk memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang teori dan praktek dharma wacana. Sebagai tindak lanjut dan pelaksanaan diklat dharma pracaraka adalah untuk mencetak kader-kader baru dalam bidang dharma wacana, sehingga harapan di masa depan bahwa umat Hindu telah memadai memiliki tenaga pendharma wacana dan. kalangan pemuda dan pemudi Hindu. Selanjutnya juga untuk dapat meningkatkan penyebaran informasi agama Hindu lewat pendharma wacana, sehingga pemahaman umat Hindu mengenai isi ajaran agamanya menjadi semakin baik dan berkualitas.
Pelaksanaan dikiat dharma wacana atau dharma pracaraka yang digalang oleh para mahasiswa IHDN Denpasar lewat UKM Dharma Wacana, merupakan hal yang sangat baik dan sangat positif, guna melahirkan mahasiswa yang kritis, kreatif, dinamis, dan aplikatif dalam mencermati kondisi keagamaan Hindu di dalam masyarakat Hindu dewasa ini dan di masa yang akan. Kegiatan seperti ini perlu dicontoh terus oleh para generasi muda Hindu yang lainnya, yang belum berperan dalam dikiat dharma wacana atau dikiat dharma pracaraka kali ini. Tentu masih terbuka lebar peluang di masa berikutnya untuk turut aktif dalam menyikapi dinamika Hindu lewat dharma wacana.
            Cara Menyusun Naskah Dharma Wacana Dalam pelaksanaan dharma wacana bahwa hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah adanya kesiapan naskah atau teks dharma zvacana tersebut. Bilamana tidak disiapkan teksnya dirasakan kurang mantap pelaksanaan dharma wacana itu. Memang idealnya bahwa dalam pelaksanaan dharma wacana itu perlu menyiapkan naskah atau teks yang baik dan benar, agar dalam penyajiannya lebih terarah dan mantap. Namun demikian ada pula para pendharma wacana yang menyajikan dharma wacana tanpa memakai teks. Hal ini dikembalikan kepada kesiapan pendharma wacana tersebut, asalkan materinya sudah mantap, dikuasai, dipahami, disajikan secara sistematis, dan tidak tumpang tindih. Dalam pelaksanaan dharma wacana, sebaiknya disajikan dengan memakai teks, supaya lebih baik, benar, terarah, sistematis, kronologis, dan jelas. Bagaimana cara menyusun naskah dharma wacana ? Pertanyaan ini sangat sederhana dan mudah. Namun demikian bahwa dalam praktek untuk menyusun naskah dharma wacana sering terjadi banyak kesulitan, banyak hambatan, naskah tidak relevan dengan keinginan umat yang membutuhkannya, naskah sering dibuat asal-asalan, karena dikejar waktu, sering naskah dibuat hanya untuk memenuhi harapan pemohon, tetapi isinya masih kurang baik, dan sebagainya sangat banyak alasan bagaimana menyusun naskah dharma wacana yang tergolong baik. Sekilas disajikan cara menyusun naskah dharma wacana seperti benrikut ini:
1. Siapkan Sumber Bacaan Dalam membuat naskah dharma wacana, sangat perlu disiapkan beberapa sumber bacaan yang memadai sangat penting dimiliki oleh penyusun dharma wacana. Bila saja buku-buku yang terkait dengan tattwa, buku tata susila, buku tentang upacara agama Hindu, buku tentang pendidikan agama Hindu, buku mengenai dana punia, buku mengenai lingkungan hidup perspektif agama Hindu, buku tentang keluarga dalam pandangan agama Hindu, buku tentang kesehatan dilihat dari sudut Hindu, dan buku lainnya yang cocok untuk dijadikan sumber materi dharma wacana.
2. Bacalah dan Pahamilah Isi Sumber Bacaan Sebelum naskah dharma wacana disusun, maka terlebih dahulu bahwa wacana, sehingga harapan di masa depan bahwa umat Hindu telah memadai memiliki tenaga pendharma wacana dari kalangan pemuda dan pemudi Hindu. Selanjutnya juga untuk dapat meningkatkan penyebaran informasi agama Hindu lewat pendharma wacana, sehingga pemahaman umat Hindu mengenai isi ajaran agamanya menjadi semakin baik dan berkualitas. Pelaksanaan diklat dharma wacana atau dharma pracaraka yang digalang oleh para mahasiswa IHDN Denpasar lewat UKM Dharma Wacana, merupakan hal yang sangat baik dan sangat positif, guna melahirkan mahasiswa yang kritis, kreatif, dinamis, dan aplikatif dalam mencermati koridisi keagamaan Hindu di dalam masyarakat Hindu dewasa ini dan di masa yang akan. Kegiatan seperti ini perlu dicontoh terus oleh para generasi muda Hindu yang lainnya, yang belum berperan dalam dikiat dharma wacana atau dikiat dharma pracaraka kali ini. Tentu masih terbuka lebar peluang di masa berikutnya untuk turut aktif dalam menyikapi dinamika Hindu lewat dharma wacana semua bacaan yang diperlukan untuk kepentingan dharma wacana telah dibaca dan dipahami isinya. Hal ini maksudnya adalah agar pendharma wacana telah membaca sumber bacaau dengan baik dan selanjutnya dapat dipahami dengan baik pula. Naskah dharma wacana menjadi baik, bilamana yang menyusun dharma wacana itu telah menguasai isi atau materi yang ber-sumber dan sumber bacaan yang dimiliki. Terkadang buku sudah dimiliki, tetapi buku itu belum dibacanya dan juga belum dipahami isinya, maka hal ini akan menjadi penghambat dalam penyusunan naskah dharma wacana.
3. Buat Outline atau Kerangka Naskah Dharma Wacana Idealnya bagi pendharma wacana bahwa dalam menyusun naskah itu diawali dengan membuat garis besar (outline) atau kerangka dan naskah. Bila hal ini telah ditempuh, maka dalam menyusunnya menjadi lebih mudah, terarah, dan lebih cepat membuatnya. Garis besar naskah akan membantu bagi penyusun naskah untuk menulis naskah lebih sistematis, lebih efektif, lebih kronologis, dan dapat menyesuaikan dengan permintaan dan umat Hindu, bila dharma wacana itu merupakan permohonan dan umat Hindu. Dengan adanya outline itu, maka si penyusun naskah tinggal mengembangkan ide, gagasan, pemikiran yang perlu dicantumkan, dan dituliskan dalam naskah dharnia wacana secara runut.
4. Tulis Naskah Dharma Wacana dengan Sederhana dan Jelas
Naskah dharma wacana yang baik adalah naskah yang disusun dengan sederhana dan jelas. Kesederhanaan naskah maksudnya adalah naskah yang isinya tidak berlebihan, tidak bertele-tele, tidak melebar dengan inti kegiatan yang diharapkan oleh umat Hindu, tidak menimbulkan persepsi yang rancu, tidak membuat kebingungan bagi penerimanya, tidak sesuai dengan sumber pustaka suci yang dirujuk, dan sebagainya. Unsur jelas, maksudnya adalah bahwa naskah dharn1a wacana itu selain baik, benar, relevan, dan akurat, maka unsur jelas makna yang dikandungnya, jelas bahasanya, jelas sumber acuannya, dan jelas pula isi dharma wacana itu.
5. Tulis Naskah dengan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Mengenai isi dharma zvacana dilihat dan segi komponen bahasanya, maka perlu diperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Walaupun dalam kenyataannya sering juga para pendharma wacana memakai bahasa lokal atau bahasa daerah, maka hal itu tergolong masth relevan. Namun dalam penulisarnya diusahakan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat peserta yang menerima dharma wacana biasanya tergolong heterogen atau pendengamya tergolong majemuk/plural. Bukan berarti memakai bahasa daerah itu lidak baik, bisa saja digunakan bahasa daerah lainnya yang adaptif, seperti bahasa Sasak, bahasa Sang Hyang, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Banjar, bahasa Madura, bahasa Bugis, bahasa Hindi, bahasa Sansekerta, dan sebagainya.
6. Tulis Naskah Dalam Jumlah Memadai Dilihat dan segi jumlah halamannya bahwa naskah dharma wacana tidak perlu terlalu banyak halamannya. Minimal 3 halaman sampai dengan 5 halaman kwarto, dengan durasi sajian lebih kurang 15 menit sampai 20 menit, atau bisa juga menyesuaikan maksimal 30 menit. Jika waktu sajian dharma wacana terlalu lama, maka hal itu bisa membosankan, oleh karena si pendengar dharma wacana pada umumnya masih melanjutkan kegiatan persembahyangan bersama. Lain lagi halnya jika kegiatan dharma wacana itu dikaitkan dengan kegiatan dharma tula (dialog agama Hindu), maka dan segi waktu dan jumlah halaman naskah dharma wacana bisa lebih banyak. Mengingat setelah sajian kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab atau diskusi yakni melakukan tanya jawab antara peserta atau pendengar dengan penyaji dharma wacana.
7. Kutipkan Materi Sumber Ajaran Agama Hindu Dalam menyusun naskah dharma wacana sangat perlu disusun teks dengan mencantumkan sumber ajaran agama Hindu secara jelas sesuai dengan sumber pustakanya, sumber referensinya, sumber bibliografinya, sumber teksnya, sumber lontarnya, dan sebagainya. Jika hal ini telah dilakukan, maka naskah tersebut telah memenuhi syarat acuan yang dirujuk oleh penyajinya. Usahakan dalam menyusun naskah dharma wacana untuk tidak menulis hal-hal yang bersifat porno, kotor, keras, kritikan tajam atau nyentil, pesan yang membingungkan, qan membuat umat Hindu menjadi bentrok atau konflik. Hal-hal seperti itu dihindari dan tulislah hal-hal yang menyejukkan, membahagiakan, membuat ketenangan, membangkitkan kualitas spiritualitas yang tinggi, membangkitkan suasana persatuan dan kerukunan, mampu menjalin kedamaian bersama dalam masyarakat Hindu secara internal dan eksternal, dan sebagainya.
            Demikian beberapa inti yang perlu diperhatikan dalam menyusun naskah dharma wacana. Tentunya ketentuan lainnya dalam menulis naskah dharma wacana yang baik dan benar, masih bisa disesuaikan lagi berdasarkan kepentingan dan masingmasing penyusurinya. Asalkan naskah itu masih tergolong relevan dengan aktivitas umat Hindu yang menerima sajian dharma wacana tersebut.
            Cara Menyampaikan Naskah Dharma Wacana Bagaimana cara menyampaikan naskah dharma wacana ? Hal ini perlu juga dipahami secara baik dan benar, agar pesan-pesan yang dituliskan dalam naskah dharma wacana bisa diterima dengan baik dan benar pula oleh si pendengar, dalam hal ini oleh umat Hindu yang mengikuti kegiatan dharma wacana. Ada beberapa cara dalam menyampaikan naskah dharma wacana sebagai berikut ini.
1. Menyajikan dengan Spontan
            Sajian model ini (menyajikan dengan spontan) bisa dilakukan, asalkan si pendharma wacana telah menguasai isi teks, telah memahami makna teks, telah berpengalaman dalam memberikan dharma wacana. Sumbersumber ajaran agama Hindu yang telah dituliskan dalam naskah dharma wacana telah dikuasai dengan baik dan benar, maka hal ini lebih komunikatif dan bersifat luwes.
Kesannya kurang formal dan bersifat informal. Cara sajian ini masih ada kesempatan bagi si penyaji untuk mengembangkan isi dharma wacana, jadi sifat sajiannya tidak terasa kaku dan monoton. Cara ini menjadi tidak baik, bila isi sajian menjadi melebar dan keluar dan isi teks. Apalagi terlalu banyak sajian yang tergolong porno, maka hal inilah kelemahan dari sajian yang bersifat spontan atau oral tanpa teks, yang biasanya bagi para pendengar menjadi risih (ngerengkeng), gara-gara si pendharma wacana terlalu banyak sajian pornonya dan sedikit materi agamanya.

2. Menyajikan dengan Membaca Teks
            Bagi sebagian besar pendharma wacana biasanya lebih suka untuk membaca naskah dharma wacana. Hal ini bisa dilakukan bilamana sudah terbiasa untuk membaca teks di hadapan publik. Membaca teks juga perlu kebiasaan. Hal ini diperlukan keterampilan membaca pemahaman. Selain itu juga diperlukan keterampilan membaca nyaring, tatkala dalam memberikan dharma wacana itu tidak disediakan media speaker oleh umat. Jadi dalam membaca naskah dharma wacana perlu keterampilan membaca, maka diperlukan juga keterampilan penguasaan audien. Siapakah umat yang hadir dihadapan pendharma wacana?

            Apakah para tokoh agama, tokoh masyarakat, kaum pemuda-pemudi, para intelektual, kaum wanita, para remaja, atau para pejabat, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui oleh pendharma wacana, agar dalam membaca naskah dharma wacana bisa komunikatif, informatif, efektif, kronologis, logis, positif dan adaptif. Jangan sampai dalam menyampaikan dharma wacana lalu dibaca dengan cepat atau terburu-buru, volume suaranya tidak jelas, dan cara membacanya sering salah atau sering diulang-ulang, maka hal itu akan memberikan kesan bahwa sajian dharma wacananya tidak baik.
3. Pakailah Media Pengeras Suara
Bila umat yang mengikuti dharma wacana tergolong banyak dan berada di tempat yang terbuka, maka sebaiknya naskah dharma wacana itu disajikan atau dibacakan dengan menggunakan alat pengeras suara atau speaker, wireless, microphone, atau alat pengeras lainnya yang efektif. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kemumian pesan, kejelasan informasi isi dharma wacana yang disajikan, juga kemantapan umat Hindu mengikut dharma wacana. Pemakaian alat pengeras suara tentu disesuaikan dengan kebutuhan. Bila pengikutnya hanya sedikit, maka alat pengeras suara ini bisa jadi tidak diperlukan, karena sudah cukup dengan kekuatan suara si pendharma wacana saja.
4. Sajikan Dharma Wacana di Media Elektronik dan Media Cetak
            Dalam kemajuan jaman dewasa ini yang semakin canggih, maka penyajian dharma wacana juga bisa dilakukan dengan media teknologi canggih, seperti lewat televisi, lewat radio, memakai tape, dan sebagainya, termasuk juga lewat media cetak, seperti; surat kabar, jurnal, majalah, tabloid, brosur, dan media cetak lainnya yang tersedia. Hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Hal ini bisa dilakukan melalui program patent dan terprogram. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara kerja sama dengan instansi pemerintah, swasta, dan LSM yang memiliki kepedulian dalam hal dharma wacana.
5. Menyajikan Dharma Wacana dengan Sopan Santun
            Menyampaikan naskah dharma wacana diusahakan dengan sopan, santun, keramah-tamahan, keluwesan, kelembutan, ketenangan, ketulusan, kesucian, tanpa pamrih, tepat waktu, dan sebagainya. Hal ini penting. diperhatikan, oleh karena dharma wacana itu merupakan sajian materi agama Hindu, sajian rohani, sajian spiritual, dan sajian kajñanan. Sajian materi dharma wacana yang baik dan benar, nantinya dapat mengarahkan umat Hindu menuju alam spiritual, alam rohani, alam niskala, serta pemusatan konsentrasi kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasiNya. Maka dan itu sajian dharma wacana sedapat mungkin dengan sopan santun, mengindahkan tata krama atau sima (dresta) dan masyarakat setempat.
6. Menyajikan Dharma Wacana dengan Berpakaian Bersih dan Rapi
            Bilamana tempat dharrna wacana itu dilakukan di tempat suci atau di pura, maka si pendharma wacana sepantasnya memakai busana sembahyang, berpakaian sembahyang, berpakaian adat, atau memakai busana sesuai dengan ketentuan dresta yang berlaku dimana dharma wacana itu dilakukan. Intinya bahwa pendharma wacana diusahakan untuk berpakaian yang bersih dan rapi. Pendharma wacana diusahakan agar tidak berpakaian sembrono, acak-acakan, asal-asalan, luntang-lantung, atau berpakaian mentereng yang mengganggu konsentrasi peserta yang mengikuti dharma wacana. Jangan sampai pakaian yang berlebihan dari pendharma wacana itu menjadi perhatian, sedangkan materi sajian dharma wacana tidak diperhatikan oleh pendengar. Hal ini jangan sampai terjadi dalam memberikan dharma wacana.
7. Menyajikan DharmaWacana Tidak Bersifat Lelucon
            Ada kebiasaan bagi pendharma wacana untuk menyajikan dharma wacana dengan cara menyelipkan materi-materi yang bersifat lelucon. Sajian yang banyak guyonnya, humor-nya, dan materi selipan lainnya mengakibatkan materi inti dharma wacana menjadi terabaikan atau tidak disajikan. Sebaiknya dan selayaknya bahwa pada saat berdharma wacana tidak mengarah kepada materi-materi yang tergolong lelucon, humor, atau yang mengundang gelak tawa. Materi dharma wacana adalah materi yang disajikan dengan mantap, serius ke arah spiritual, mengarah ke materi kerohanian atau materi agama Hindu, sehingga umat Hindu menjadi semakin mantap dalam teori dan praktek beragama Hindu.
8. Menyajikan Dharma Wacana Hindari Nyentil
            Berdharma wacana merupakan upaya menyajikan materi agama Hindu di bidang tattwa, tata susila, upacara, pendidikan, sosial hukum, ekonomi, lingkungan hidup, kepemudaan, pertanian, dan sebagainya dalam konteks ajaran agama Hindu, diharapkan dapat disajikan dengan tidak menyentil komponen manapun dan pendengar atau lapisan masyarakat Hindu yang hadir pada saat mengikuti dharma wacana. Materi yang disajikan adalah materi yang bersifat netral, harmonis (sundaram), selaras, independen, melindungi semua yang hadir, serta memberikan pencerahan kepada semuanya. Bila terjadi selipan materi yang sifatnya nyentil atau dapat menyinggung perasaan beberapa orang atau kelompok masyarakat, maka hal itu sedapat mungkin jangan sampai diwacanakan. Oleh karena, semua pendengar mendambakan kemuliaan, kesucian, kebahagiaan lahir batin, kesentausaan, kesejahteraan, ketenangan, kedamaian, kerukunan, keselamatan dan sebagainya.
Materi Dharma Wacana
            Para penyaji dharma wacana hendaknya dengan jeli dan teliti dapat memilih materi ajaran agama Hindu untuk disajikan dalam kegiatan dharma wacana. Materi apa saja yang bisa disajikan oleh pendharma wacana? Hal ini disesuaikan dengan kondisi pendengar atau audien. Bila yang dihadapi itu masyarakat petani, maka dapat disajikan materi agama Hindu yang memiliki relevansi dengan profesi sebagai petani. Bila yang dihadapi itu adalah masyarakat ekonomi, maka materi dharma wacana disesuaikan dengan topik ekonomi dari sudut pandang agama Hindu. Bila audiennya adalah para nara pidana, maka topik yang pantas disajikan adalah materi tentang perilaku baik dan benar, materi subhakarma asubhakarma, materi dharma, materi karma phala, materi wiweka, materi svarga dan naraka, dan sebagainya.
            Inti materi dharma wacana, meliputi : materi tattwa, seperti : widhi tattwa, atma tattwa, karma tattwa, samsara atau punarbhawa tattwa, moksha tattwa, sizea tattwa, saiva siddhanta, maya tattwa, tri loka, sapta loka, panca sraddha, tri murti, sapta patala, catur marga yoga, jnana yoga, karma yoga, bhakti yoga, raja yoga, sapta dwipa, sapta sainudra, sapta tirtha, dan sebagainya. Kemudian materi dharma wacana yang terkait dengan tata susila Hindu, seperti : tri kaya parisuddha, panca yama brata, panca niyarna brata, dasa yama brata, dasa niyama brata, tri guna, tri parartha, tri mala, tri samaya, catur purusa artha, catur paramita, sad atatayi, sad ripu, sapta timira, astangga yoga, tapa, brata, yoga, samadhi, subha karma, asubha karma, tata cara berbusana ke pura, tata cara berbusana ke sekolah, tata cara berbicara dalam masyarakat, nilai pendidikan seksual bagi generasi muda, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan budaya, dan sebagainya.
            Sedangkan materi dharma wacana yang terkait dengan materi upacara agama Hindu, seperti dewa yadnya, manusa yadnya, resi yadnya, bhuta yadnya, pitra yadnya, tri renam, berdana punya, macaru, masegeh, tawur agung, ngotonin, piodalan, upacara eka dasa rudra, upacara melasti, makna perayaan nyepi, makna perayaan saraswati, makna perayaan pagerwesi, makna perayaan siwaratri, makna perayaan galungan, makna perayaan kuningan, upacara matatah, upacara pawiwahan, upacara mantenin, upacara ngusabha desa, upacara ngusabha nini, upacara ngaben, upacara mamukur, upacara maligia, upacara ngelungah, upacara magedong-gedongan, upacara mawinten, upacara madiksa, upacara mulang pakelem, upacara nyagara gunung, upacara nuntun dewa hyang, dan sebagainya. Jadi mengenai materi dharma wacana dapat dipilih sesuai kondisi yang terjadi ditengah-tengah umat Hindu dalam masyarakat. Tidak semata materi tattwa, susila, dan upacara saja yang dapat disajikan materi sajian, tetapi juga materi-materi Veda, itihasa, purana, upanisad, tentang pura atau
parahyangan, materi hukum Hindu, pendidikan Hindu, seni Hindu, budaya Hindu materi kesehatan dalam perspektif Hindu, materi pertanian dan pandangan Hindu, materi kesehatan dalam perspektif Hindu, materi pertanian dan pandangan Hindu, materi kehidupan bersama dalam masyarakat sesuai pandangan Hindu, dan materi Iainnya yang diajarkan dalam ajaran agama Hindu yang bisa dipilih untuk disajikan kepada segenap umat Hindu, dengan tujuan untuk dapat membangkitkan pencerahan spiritual dan peningkatan wawasan di bidang keagamaan Hindu.
Penutup
            Dharma zuacana merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan mengenai ajaran agama Hindu kepada umat Hindu. Dalam melakukan dharma wacana sebaiknya disiapkan teksnya dengan baik dan benar, supaya pesan-pesan dharma wacana bisa diterima dengan baik dan benar oleh umat Hindu. Cara penyajian dharma wacana adalah bisa dengan
spontan, dengan dibacakan, dan melalui media elektronik, guna bisa dijangkau lebih luas oleh para pendengar secara luas dan merata dalam waktu-waktu yang telah ditentukan. Dilaksanakannya kegiatan diklat dharma wacana, merupakan hal positif untuk mencetak kader muda Hindu dan melatih pendharma wacana pemula yang lebih berkualitas dalam memberikan pelayanan publik kepada umat Hindu Indonesia.
            Kemudian mengenai materi dharma wacana dapat dipilih sesuai dengan kondisi dalam masyarakat Hindu atau sesuai permintaan dari umat Hindu. Materi sajian agar bersifat netral, harmonis, dan memberikan pencerahan spiritual. Materi sajian diusahakan agar tidak menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Sajian dharma wacana agar bisa diterima oleh semua pendengar secara tulus dengan jelas. Materi inti meliputi tattwa, susila, dan upacara agama Hindu. Dapat pula dipilih materi ajaran Agama Hindu yang relevan sesuai dengan permintaan umat Hindu