Cara Menyusun dan Menyampaikan Dharma Wacana
Upaya untuk meningkatkan
keterampilan dalam memberikan dharma wacana kepada umat Hindu dapat ditempuh
melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat). Selain itu dapat pula
ditempuh melalui latihan mandiri atau praktek langsung oleh umat Hindu yang berminat
untuk memberikan dharma wacana. Masih ada pula cara yang dapat ditempuh adalah
melalui studi pada perguruan tinggi agama Hindu yang ada di Indonesia. Cara
manapun yang ditempuh adalah baik, asalkan ada kesungguhan untuk menekuni
kegiatan dharma wacana.
Bagi umat Hindu yang ingin menjadi pembicara, nara sumber, informan, pendharma wacana atau dharma pracaraka, orator, juru penerang (jupen), penyuluh agama Hindu sesuai kebutuhan untuk menjadi penutur agama Hindu merupakan kesempatan emas bagi siapapun yang meminatinya. Bisa saja dari kalangan pemuda, yowana, mahasiswa, siswa, tokoh agama, tokoh masyarakat, dosen, guru, pejabat, ataupun yang lainnya untuk dapat menjadi pendharma wacana yang baik dan profesional, asalkan yang bersangkutan ada kemauan, ada kemampuan, ada pengetahuan, ada kesempatan untuk turut berperan dalam memberikan dharma wacana.
Bagi umat Hindu yang ingin menjadi pembicara, nara sumber, informan, pendharma wacana atau dharma pracaraka, orator, juru penerang (jupen), penyuluh agama Hindu sesuai kebutuhan untuk menjadi penutur agama Hindu merupakan kesempatan emas bagi siapapun yang meminatinya. Bisa saja dari kalangan pemuda, yowana, mahasiswa, siswa, tokoh agama, tokoh masyarakat, dosen, guru, pejabat, ataupun yang lainnya untuk dapat menjadi pendharma wacana yang baik dan profesional, asalkan yang bersangkutan ada kemauan, ada kemampuan, ada pengetahuan, ada kesempatan untuk turut berperan dalam memberikan dharma wacana.
Dharma wacana merupakan
salah satu cara untuk menginformasikan ajaran-ajaran agama Hindu kepada umat
Hindu pada khususnya dan umat mahusia pada umumnya. Dalam kondisi kekinian
bahwa dharma wacana masih sangat relevan untuk dijadikan metode dalam membina
dan mengembangkan visi dan misi agama Hindu di Bali maupun di Indonesia. Dharma
artinya agama. Wacana artinya perkataan, wejangan, penuturan, pembicaraan, kata-kata
dan sebagainya. Jadi dharma wacana artinya cara menuturkan isi ajaran agama
Hindu kepada umat Hindu dan umat manusia pada umumnya.
Pelaksanaan diklat dharma
wacana atau diklat dharma pracaraka merupakan upaya positif yang patut didukung
dan ditingkatkan terus intensitasnya, terutama oleh para mahasiswa, yang
tujuannya untuk menambah tenaga-tenaga terampil dalam memberikan dharma wacana.
Selain itu bahwa tujuan diklat dharma pracaraka adalah untuk memberikan
pemahaman yang baik dan benar tentang teori dan praktek dharma wacana. Sebagai
tindak lanjut dan pelaksanaan diklat dharma pracaraka adalah untuk memberikan
pemahaman yang baik dan benar tentang teori dan praktek dharma wacana. Sebagai
tindak lanjut dan pelaksanaan diklat dharma pracaraka adalah untuk mencetak
kader-kader baru dalam bidang dharma wacana, sehingga harapan di masa depan
bahwa umat Hindu telah memadai memiliki tenaga pendharma wacana dan. kalangan
pemuda dan pemudi Hindu. Selanjutnya juga untuk dapat meningkatkan penyebaran
informasi agama Hindu lewat pendharma wacana, sehingga pemahaman umat Hindu
mengenai isi ajaran agamanya menjadi semakin baik dan berkualitas.
Pelaksanaan dikiat dharma wacana atau dharma pracaraka yang digalang oleh para mahasiswa IHDN Denpasar lewat UKM Dharma Wacana, merupakan hal yang sangat baik dan sangat positif, guna melahirkan mahasiswa yang kritis, kreatif, dinamis, dan aplikatif dalam mencermati kondisi keagamaan Hindu di dalam masyarakat Hindu dewasa ini dan di masa yang akan. Kegiatan seperti ini perlu dicontoh terus oleh para generasi muda Hindu yang lainnya, yang belum berperan dalam dikiat dharma wacana atau dikiat dharma pracaraka kali ini. Tentu masih terbuka lebar peluang di masa berikutnya untuk turut aktif dalam menyikapi dinamika Hindu lewat dharma wacana.
Pelaksanaan dikiat dharma wacana atau dharma pracaraka yang digalang oleh para mahasiswa IHDN Denpasar lewat UKM Dharma Wacana, merupakan hal yang sangat baik dan sangat positif, guna melahirkan mahasiswa yang kritis, kreatif, dinamis, dan aplikatif dalam mencermati kondisi keagamaan Hindu di dalam masyarakat Hindu dewasa ini dan di masa yang akan. Kegiatan seperti ini perlu dicontoh terus oleh para generasi muda Hindu yang lainnya, yang belum berperan dalam dikiat dharma wacana atau dikiat dharma pracaraka kali ini. Tentu masih terbuka lebar peluang di masa berikutnya untuk turut aktif dalam menyikapi dinamika Hindu lewat dharma wacana.
Cara Menyusun Naskah
Dharma Wacana Dalam pelaksanaan dharma wacana bahwa hal yang sangat penting
untuk diperhatikan adalah adanya kesiapan naskah atau teks dharma zvacana
tersebut. Bilamana tidak disiapkan teksnya dirasakan kurang mantap pelaksanaan
dharma wacana itu. Memang idealnya bahwa dalam pelaksanaan dharma wacana itu
perlu menyiapkan naskah atau teks yang baik dan benar, agar dalam penyajiannya
lebih terarah dan mantap. Namun demikian ada pula para pendharma wacana yang
menyajikan dharma wacana tanpa memakai teks. Hal ini dikembalikan kepada kesiapan
pendharma wacana tersebut, asalkan materinya sudah mantap, dikuasai, dipahami,
disajikan secara sistematis, dan tidak tumpang tindih. Dalam pelaksanaan dharma
wacana, sebaiknya disajikan dengan memakai teks, supaya lebih baik, benar,
terarah, sistematis, kronologis, dan jelas. Bagaimana cara menyusun naskah
dharma wacana ? Pertanyaan ini sangat sederhana dan mudah. Namun demikian bahwa
dalam praktek untuk menyusun naskah dharma wacana sering terjadi banyak
kesulitan, banyak hambatan, naskah tidak relevan dengan keinginan umat yang
membutuhkannya, naskah sering dibuat asal-asalan, karena dikejar waktu, sering
naskah dibuat hanya untuk memenuhi harapan pemohon, tetapi isinya masih kurang
baik, dan sebagainya sangat banyak alasan bagaimana menyusun naskah dharma
wacana yang tergolong baik. Sekilas disajikan cara menyusun naskah dharma
wacana seperti benrikut ini:
1. Siapkan Sumber Bacaan Dalam membuat naskah dharma wacana, sangat perlu
disiapkan beberapa sumber bacaan yang memadai sangat penting dimiliki oleh
penyusun dharma wacana. Bila saja buku-buku yang terkait dengan tattwa, buku
tata susila, buku tentang upacara agama Hindu, buku tentang pendidikan agama
Hindu, buku mengenai dana punia, buku mengenai lingkungan hidup perspektif
agama Hindu, buku tentang keluarga dalam pandangan agama Hindu, buku tentang
kesehatan dilihat dari sudut Hindu, dan buku lainnya yang cocok untuk dijadikan
sumber materi dharma wacana.
2. Bacalah dan Pahamilah Isi Sumber Bacaan Sebelum naskah dharma wacana
disusun, maka terlebih dahulu bahwa wacana, sehingga harapan di masa depan
bahwa umat Hindu telah memadai memiliki tenaga pendharma wacana dari kalangan
pemuda dan pemudi Hindu. Selanjutnya juga untuk dapat meningkatkan penyebaran
informasi agama Hindu lewat pendharma wacana, sehingga pemahaman umat Hindu
mengenai isi ajaran agamanya menjadi semakin baik dan berkualitas. Pelaksanaan
diklat dharma wacana atau dharma pracaraka yang digalang oleh para mahasiswa
IHDN Denpasar lewat UKM Dharma Wacana, merupakan hal yang sangat baik dan
sangat positif, guna melahirkan mahasiswa yang kritis, kreatif, dinamis, dan
aplikatif dalam mencermati koridisi keagamaan Hindu di dalam masyarakat Hindu
dewasa ini dan di masa yang akan. Kegiatan seperti ini perlu dicontoh terus
oleh para generasi muda Hindu yang lainnya, yang belum berperan dalam dikiat
dharma wacana atau dikiat dharma pracaraka kali ini. Tentu masih terbuka lebar
peluang di masa berikutnya untuk turut aktif dalam menyikapi dinamika Hindu
lewat dharma wacana semua bacaan yang diperlukan untuk kepentingan dharma
wacana telah dibaca dan dipahami isinya. Hal ini maksudnya adalah agar
pendharma wacana telah membaca sumber bacaau dengan baik dan selanjutnya dapat
dipahami dengan baik pula. Naskah dharma wacana menjadi baik, bilamana yang
menyusun dharma wacana itu telah menguasai isi atau materi yang ber-sumber dan
sumber bacaan yang dimiliki. Terkadang buku sudah dimiliki, tetapi buku itu
belum dibacanya dan juga belum dipahami isinya, maka hal ini akan menjadi
penghambat dalam penyusunan naskah dharma wacana.
3. Buat Outline atau Kerangka Naskah Dharma Wacana Idealnya bagi pendharma
wacana bahwa dalam menyusun naskah itu diawali dengan membuat garis besar (outline)
atau kerangka dan naskah. Bila hal ini telah ditempuh, maka dalam menyusunnya
menjadi lebih mudah, terarah, dan lebih cepat membuatnya. Garis besar naskah
akan membantu bagi penyusun naskah untuk menulis naskah lebih sistematis, lebih
efektif, lebih kronologis, dan dapat menyesuaikan dengan permintaan dan umat
Hindu, bila dharma wacana itu merupakan permohonan dan umat Hindu. Dengan
adanya outline itu, maka si penyusun naskah tinggal mengembangkan ide, gagasan,
pemikiran yang perlu dicantumkan, dan dituliskan dalam naskah dharnia wacana
secara runut.
4. Tulis Naskah Dharma Wacana dengan Sederhana dan Jelas
Naskah dharma wacana yang baik adalah naskah yang disusun dengan sederhana dan jelas. Kesederhanaan naskah maksudnya adalah naskah yang isinya tidak berlebihan, tidak bertele-tele, tidak melebar dengan inti kegiatan yang diharapkan oleh umat Hindu, tidak menimbulkan persepsi yang rancu, tidak membuat kebingungan bagi penerimanya, tidak sesuai dengan sumber pustaka suci yang dirujuk, dan sebagainya. Unsur jelas, maksudnya adalah bahwa naskah dharn1a wacana itu selain baik, benar, relevan, dan akurat, maka unsur jelas makna yang dikandungnya, jelas bahasanya, jelas sumber acuannya, dan jelas pula isi dharma wacana itu.
Naskah dharma wacana yang baik adalah naskah yang disusun dengan sederhana dan jelas. Kesederhanaan naskah maksudnya adalah naskah yang isinya tidak berlebihan, tidak bertele-tele, tidak melebar dengan inti kegiatan yang diharapkan oleh umat Hindu, tidak menimbulkan persepsi yang rancu, tidak membuat kebingungan bagi penerimanya, tidak sesuai dengan sumber pustaka suci yang dirujuk, dan sebagainya. Unsur jelas, maksudnya adalah bahwa naskah dharn1a wacana itu selain baik, benar, relevan, dan akurat, maka unsur jelas makna yang dikandungnya, jelas bahasanya, jelas sumber acuannya, dan jelas pula isi dharma wacana itu.
5. Tulis Naskah dengan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Mengenai isi dharma zvacana dilihat dan segi komponen bahasanya, maka perlu diperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Walaupun dalam kenyataannya sering juga para pendharma wacana memakai bahasa lokal atau bahasa daerah, maka hal itu tergolong masth relevan. Namun dalam penulisarnya diusahakan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat peserta yang menerima dharma wacana biasanya tergolong heterogen atau pendengamya tergolong majemuk/plural. Bukan berarti memakai bahasa daerah itu lidak baik, bisa saja digunakan bahasa daerah lainnya yang adaptif, seperti bahasa Sasak, bahasa Sang Hyang, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Banjar, bahasa Madura, bahasa Bugis, bahasa Hindi, bahasa Sansekerta, dan sebagainya.
Mengenai isi dharma zvacana dilihat dan segi komponen bahasanya, maka perlu diperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Walaupun dalam kenyataannya sering juga para pendharma wacana memakai bahasa lokal atau bahasa daerah, maka hal itu tergolong masth relevan. Namun dalam penulisarnya diusahakan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengingat peserta yang menerima dharma wacana biasanya tergolong heterogen atau pendengamya tergolong majemuk/plural. Bukan berarti memakai bahasa daerah itu lidak baik, bisa saja digunakan bahasa daerah lainnya yang adaptif, seperti bahasa Sasak, bahasa Sang Hyang, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Banjar, bahasa Madura, bahasa Bugis, bahasa Hindi, bahasa Sansekerta, dan sebagainya.
6. Tulis Naskah Dalam Jumlah Memadai Dilihat dan segi jumlah halamannya
bahwa naskah dharma wacana tidak perlu terlalu banyak halamannya. Minimal 3
halaman sampai dengan 5 halaman kwarto, dengan durasi sajian lebih kurang 15
menit sampai 20 menit, atau bisa juga menyesuaikan maksimal 30 menit. Jika
waktu sajian dharma wacana terlalu lama, maka hal itu bisa membosankan, oleh
karena si pendengar dharma wacana pada umumnya masih melanjutkan kegiatan
persembahyangan bersama. Lain lagi halnya jika kegiatan dharma wacana itu
dikaitkan dengan kegiatan dharma tula (dialog agama Hindu), maka dan segi waktu
dan jumlah halaman naskah dharma wacana bisa lebih banyak. Mengingat setelah
sajian kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab atau diskusi yakni melakukan tanya
jawab antara peserta atau pendengar dengan penyaji dharma wacana.
7. Kutipkan Materi Sumber Ajaran Agama Hindu Dalam menyusun naskah dharma
wacana sangat perlu disusun teks dengan mencantumkan sumber ajaran agama Hindu
secara jelas sesuai dengan sumber pustakanya, sumber referensinya, sumber
bibliografinya, sumber teksnya, sumber lontarnya, dan sebagainya. Jika hal ini
telah dilakukan, maka naskah tersebut telah memenuhi syarat acuan yang dirujuk
oleh penyajinya. Usahakan dalam menyusun naskah dharma wacana untuk tidak
menulis hal-hal yang bersifat porno, kotor, keras, kritikan tajam atau nyentil,
pesan yang membingungkan, qan membuat umat Hindu menjadi bentrok atau konflik.
Hal-hal seperti itu dihindari dan tulislah hal-hal yang menyejukkan, membahagiakan,
membuat ketenangan, membangkitkan kualitas spiritualitas yang tinggi,
membangkitkan suasana persatuan dan kerukunan, mampu menjalin kedamaian bersama
dalam masyarakat Hindu secara internal dan eksternal, dan sebagainya.
Demikian beberapa inti
yang perlu diperhatikan dalam menyusun naskah dharma wacana. Tentunya ketentuan
lainnya dalam menulis naskah dharma wacana yang baik dan benar, masih bisa
disesuaikan lagi berdasarkan kepentingan dan masingmasing penyusurinya. Asalkan
naskah itu masih tergolong relevan dengan aktivitas umat Hindu yang menerima
sajian dharma wacana tersebut.
Cara Menyampaikan Naskah
Dharma Wacana Bagaimana cara menyampaikan naskah dharma wacana ? Hal ini perlu
juga dipahami secara baik dan benar, agar pesan-pesan yang dituliskan dalam
naskah dharma wacana bisa diterima dengan baik dan benar pula oleh si
pendengar, dalam hal ini oleh umat Hindu yang mengikuti kegiatan dharma wacana.
Ada beberapa cara dalam menyampaikan naskah dharma wacana sebagai berikut ini.
1. Menyajikan dengan Spontan
Sajian model ini
(menyajikan dengan spontan) bisa dilakukan, asalkan si pendharma wacana telah
menguasai isi teks, telah memahami makna teks, telah berpengalaman dalam
memberikan dharma wacana. Sumbersumber ajaran agama Hindu yang telah dituliskan
dalam naskah dharma wacana telah dikuasai dengan baik dan benar, maka hal ini
lebih komunikatif dan bersifat luwes.
Kesannya kurang formal dan bersifat informal. Cara sajian ini masih ada
kesempatan bagi si penyaji untuk mengembangkan isi dharma wacana, jadi sifat
sajiannya tidak terasa kaku dan monoton. Cara ini menjadi tidak baik, bila isi
sajian menjadi melebar dan keluar dan isi teks. Apalagi terlalu banyak sajian
yang tergolong porno, maka hal inilah kelemahan dari sajian yang bersifat
spontan atau oral tanpa teks, yang biasanya bagi para pendengar menjadi risih
(ngerengkeng), gara-gara si pendharma wacana terlalu banyak sajian pornonya dan
sedikit materi agamanya.
2. Menyajikan dengan Membaca Teks
Bagi sebagian besar pendharma wacana biasanya lebih suka untuk membaca
naskah dharma wacana. Hal ini bisa dilakukan bilamana sudah terbiasa untuk
membaca teks di hadapan publik. Membaca teks juga perlu kebiasaan. Hal ini
diperlukan keterampilan membaca pemahaman. Selain itu juga diperlukan
keterampilan membaca nyaring, tatkala dalam memberikan dharma wacana itu tidak
disediakan media speaker oleh umat. Jadi dalam membaca naskah dharma wacana
perlu keterampilan membaca, maka diperlukan juga keterampilan penguasaan
audien. Siapakah umat yang hadir dihadapan pendharma wacana?
Apakah para tokoh agama, tokoh masyarakat, kaum pemuda-pemudi, para intelektual, kaum wanita, para remaja, atau para pejabat, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui oleh pendharma wacana, agar dalam membaca naskah dharma wacana bisa komunikatif, informatif, efektif, kronologis, logis, positif dan adaptif. Jangan sampai dalam menyampaikan dharma wacana lalu dibaca dengan cepat atau terburu-buru, volume suaranya tidak jelas, dan cara membacanya sering salah atau sering diulang-ulang, maka hal itu akan memberikan kesan bahwa sajian dharma wacananya tidak baik.
Apakah para tokoh agama, tokoh masyarakat, kaum pemuda-pemudi, para intelektual, kaum wanita, para remaja, atau para pejabat, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui oleh pendharma wacana, agar dalam membaca naskah dharma wacana bisa komunikatif, informatif, efektif, kronologis, logis, positif dan adaptif. Jangan sampai dalam menyampaikan dharma wacana lalu dibaca dengan cepat atau terburu-buru, volume suaranya tidak jelas, dan cara membacanya sering salah atau sering diulang-ulang, maka hal itu akan memberikan kesan bahwa sajian dharma wacananya tidak baik.
3. Pakailah Media Pengeras Suara
Bila umat yang mengikuti dharma wacana tergolong banyak dan berada di
tempat yang terbuka, maka sebaiknya naskah dharma wacana itu disajikan atau
dibacakan dengan menggunakan alat pengeras suara atau speaker, wireless,
microphone, atau alat pengeras lainnya yang efektif. Hal ini dimaksudkan untuk
menjamin kemumian pesan, kejelasan informasi isi dharma wacana yang disajikan,
juga kemantapan umat Hindu mengikut dharma wacana. Pemakaian alat pengeras
suara tentu disesuaikan dengan kebutuhan. Bila pengikutnya hanya sedikit, maka
alat pengeras suara ini bisa jadi tidak diperlukan, karena sudah cukup dengan kekuatan
suara si pendharma wacana saja.
4. Sajikan Dharma Wacana di Media Elektronik dan Media Cetak
Dalam kemajuan jaman dewasa ini yang semakin canggih, maka penyajian dharma wacana juga bisa dilakukan dengan media teknologi canggih, seperti lewat televisi, lewat radio, memakai tape, dan sebagainya, termasuk juga lewat media cetak, seperti; surat kabar, jurnal, majalah, tabloid, brosur, dan media cetak lainnya yang tersedia. Hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Hal ini bisa dilakukan melalui program patent dan terprogram. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara kerja sama dengan instansi pemerintah, swasta, dan LSM yang memiliki kepedulian dalam hal dharma wacana.
Dalam kemajuan jaman dewasa ini yang semakin canggih, maka penyajian dharma wacana juga bisa dilakukan dengan media teknologi canggih, seperti lewat televisi, lewat radio, memakai tape, dan sebagainya, termasuk juga lewat media cetak, seperti; surat kabar, jurnal, majalah, tabloid, brosur, dan media cetak lainnya yang tersedia. Hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Hal ini bisa dilakukan melalui program patent dan terprogram. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara kerja sama dengan instansi pemerintah, swasta, dan LSM yang memiliki kepedulian dalam hal dharma wacana.
5. Menyajikan Dharma Wacana dengan Sopan Santun
Menyampaikan naskah dharma
wacana diusahakan dengan sopan, santun, keramah-tamahan, keluwesan, kelembutan,
ketenangan, ketulusan, kesucian, tanpa pamrih, tepat waktu, dan sebagainya. Hal
ini penting. diperhatikan, oleh karena dharma wacana itu merupakan sajian
materi agama Hindu, sajian rohani, sajian spiritual, dan sajian kajñanan.
Sajian materi dharma wacana yang baik dan benar, nantinya dapat mengarahkan
umat Hindu menuju alam spiritual, alam rohani, alam niskala, serta pemusatan
konsentrasi kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta
semua manifestasiNya. Maka dan itu sajian dharma wacana sedapat mungkin dengan
sopan santun, mengindahkan tata krama atau sima (dresta) dan masyarakat
setempat.
6. Menyajikan Dharma Wacana dengan Berpakaian Bersih dan Rapi
Bilamana tempat dharrna wacana itu dilakukan di tempat suci atau di pura, maka si pendharma wacana sepantasnya memakai busana sembahyang, berpakaian sembahyang, berpakaian adat, atau memakai busana sesuai dengan ketentuan dresta yang berlaku dimana dharma wacana itu dilakukan. Intinya bahwa pendharma wacana diusahakan untuk berpakaian yang bersih dan rapi. Pendharma wacana diusahakan agar tidak berpakaian sembrono, acak-acakan, asal-asalan, luntang-lantung, atau berpakaian mentereng yang mengganggu konsentrasi peserta yang mengikuti dharma wacana. Jangan sampai pakaian yang berlebihan dari pendharma wacana itu menjadi perhatian, sedangkan materi sajian dharma wacana tidak diperhatikan oleh pendengar. Hal ini jangan sampai terjadi dalam memberikan dharma wacana.
Bilamana tempat dharrna wacana itu dilakukan di tempat suci atau di pura, maka si pendharma wacana sepantasnya memakai busana sembahyang, berpakaian sembahyang, berpakaian adat, atau memakai busana sesuai dengan ketentuan dresta yang berlaku dimana dharma wacana itu dilakukan. Intinya bahwa pendharma wacana diusahakan untuk berpakaian yang bersih dan rapi. Pendharma wacana diusahakan agar tidak berpakaian sembrono, acak-acakan, asal-asalan, luntang-lantung, atau berpakaian mentereng yang mengganggu konsentrasi peserta yang mengikuti dharma wacana. Jangan sampai pakaian yang berlebihan dari pendharma wacana itu menjadi perhatian, sedangkan materi sajian dharma wacana tidak diperhatikan oleh pendengar. Hal ini jangan sampai terjadi dalam memberikan dharma wacana.
7. Menyajikan DharmaWacana Tidak Bersifat Lelucon
Ada kebiasaan bagi pendharma wacana untuk menyajikan dharma wacana dengan cara menyelipkan materi-materi yang bersifat lelucon. Sajian yang banyak guyonnya, humor-nya, dan materi selipan lainnya mengakibatkan materi inti dharma wacana menjadi terabaikan atau tidak disajikan. Sebaiknya dan selayaknya bahwa pada saat berdharma wacana tidak mengarah kepada materi-materi yang tergolong lelucon, humor, atau yang mengundang gelak tawa. Materi dharma wacana adalah materi yang disajikan dengan mantap, serius ke arah spiritual, mengarah ke materi kerohanian atau materi agama Hindu, sehingga umat Hindu menjadi semakin mantap dalam teori dan praktek beragama Hindu.
Ada kebiasaan bagi pendharma wacana untuk menyajikan dharma wacana dengan cara menyelipkan materi-materi yang bersifat lelucon. Sajian yang banyak guyonnya, humor-nya, dan materi selipan lainnya mengakibatkan materi inti dharma wacana menjadi terabaikan atau tidak disajikan. Sebaiknya dan selayaknya bahwa pada saat berdharma wacana tidak mengarah kepada materi-materi yang tergolong lelucon, humor, atau yang mengundang gelak tawa. Materi dharma wacana adalah materi yang disajikan dengan mantap, serius ke arah spiritual, mengarah ke materi kerohanian atau materi agama Hindu, sehingga umat Hindu menjadi semakin mantap dalam teori dan praktek beragama Hindu.
8. Menyajikan Dharma Wacana Hindari Nyentil
Berdharma wacana merupakan
upaya menyajikan materi agama Hindu di bidang tattwa, tata susila, upacara,
pendidikan, sosial hukum, ekonomi, lingkungan hidup, kepemudaan, pertanian, dan
sebagainya dalam konteks ajaran agama Hindu, diharapkan dapat disajikan dengan
tidak menyentil komponen manapun dan pendengar atau lapisan masyarakat Hindu
yang hadir pada saat mengikuti dharma wacana. Materi yang disajikan adalah
materi yang bersifat netral, harmonis (sundaram), selaras, independen,
melindungi semua yang hadir, serta memberikan pencerahan kepada semuanya. Bila
terjadi selipan materi yang sifatnya nyentil atau dapat menyinggung perasaan
beberapa orang atau kelompok masyarakat, maka hal itu sedapat mungkin jangan
sampai diwacanakan. Oleh karena, semua pendengar mendambakan kemuliaan,
kesucian, kebahagiaan lahir batin, kesentausaan, kesejahteraan, ketenangan,
kedamaian, kerukunan, keselamatan dan sebagainya.
Materi Dharma Wacana
Para penyaji dharma wacana
hendaknya dengan jeli dan teliti dapat memilih materi ajaran agama Hindu untuk
disajikan dalam kegiatan dharma wacana. Materi apa saja yang bisa disajikan
oleh pendharma wacana? Hal ini disesuaikan dengan kondisi pendengar atau
audien. Bila yang dihadapi itu masyarakat petani, maka dapat disajikan materi
agama Hindu yang memiliki relevansi dengan profesi sebagai petani. Bila yang
dihadapi itu adalah masyarakat ekonomi, maka materi dharma wacana disesuaikan
dengan topik ekonomi dari sudut pandang agama Hindu. Bila audiennya adalah para
nara pidana, maka topik yang pantas disajikan adalah materi tentang perilaku
baik dan benar, materi subhakarma asubhakarma, materi dharma, materi karma phala,
materi wiweka, materi svarga dan naraka, dan sebagainya.
Inti materi dharma wacana,
meliputi : materi tattwa, seperti : widhi tattwa, atma tattwa, karma tattwa,
samsara atau punarbhawa tattwa, moksha tattwa, sizea tattwa, saiva siddhanta,
maya tattwa, tri loka, sapta loka, panca sraddha, tri murti, sapta patala,
catur marga yoga, jnana yoga, karma yoga, bhakti yoga, raja yoga, sapta dwipa,
sapta sainudra, sapta tirtha, dan sebagainya. Kemudian materi dharma wacana
yang terkait dengan tata susila Hindu, seperti : tri kaya parisuddha, panca
yama brata, panca niyarna brata, dasa yama brata, dasa niyama brata, tri guna,
tri parartha, tri mala, tri samaya, catur purusa artha, catur paramita, sad
atatayi, sad ripu, sapta timira, astangga yoga, tapa, brata, yoga, samadhi,
subha karma, asubha karma, tata cara berbusana ke pura, tata cara berbusana ke
sekolah, tata cara berbicara dalam masyarakat, nilai pendidikan seksual bagi
generasi muda, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan budaya, dan
sebagainya.
Sedangkan materi dharma
wacana yang terkait dengan materi upacara agama Hindu, seperti dewa yadnya,
manusa yadnya, resi yadnya, bhuta yadnya, pitra yadnya, tri renam, berdana
punya, macaru, masegeh, tawur agung, ngotonin, piodalan, upacara eka dasa
rudra, upacara melasti, makna perayaan nyepi, makna perayaan saraswati, makna
perayaan pagerwesi, makna perayaan siwaratri, makna perayaan galungan, makna
perayaan kuningan, upacara matatah, upacara pawiwahan, upacara mantenin,
upacara ngusabha desa, upacara ngusabha nini, upacara ngaben, upacara mamukur,
upacara maligia, upacara ngelungah, upacara magedong-gedongan, upacara
mawinten, upacara madiksa, upacara mulang pakelem, upacara nyagara gunung,
upacara nuntun dewa hyang, dan sebagainya. Jadi mengenai materi dharma wacana
dapat dipilih sesuai kondisi yang terjadi ditengah-tengah umat Hindu dalam
masyarakat. Tidak semata materi tattwa, susila, dan upacara saja yang dapat
disajikan materi sajian, tetapi juga materi-materi Veda, itihasa, purana,
upanisad, tentang pura atau
parahyangan, materi hukum Hindu, pendidikan Hindu, seni Hindu, budaya Hindu materi kesehatan dalam perspektif Hindu, materi pertanian dan pandangan Hindu, materi kesehatan dalam perspektif Hindu, materi pertanian dan pandangan Hindu, materi kehidupan bersama dalam masyarakat sesuai pandangan Hindu, dan materi Iainnya yang diajarkan dalam ajaran agama Hindu yang bisa dipilih untuk disajikan kepada segenap umat Hindu, dengan tujuan untuk dapat membangkitkan pencerahan spiritual dan peningkatan wawasan di bidang keagamaan Hindu.
parahyangan, materi hukum Hindu, pendidikan Hindu, seni Hindu, budaya Hindu materi kesehatan dalam perspektif Hindu, materi pertanian dan pandangan Hindu, materi kesehatan dalam perspektif Hindu, materi pertanian dan pandangan Hindu, materi kehidupan bersama dalam masyarakat sesuai pandangan Hindu, dan materi Iainnya yang diajarkan dalam ajaran agama Hindu yang bisa dipilih untuk disajikan kepada segenap umat Hindu, dengan tujuan untuk dapat membangkitkan pencerahan spiritual dan peningkatan wawasan di bidang keagamaan Hindu.
Penutup
Dharma zuacana merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan mengenai ajaran agama Hindu kepada umat Hindu. Dalam melakukan dharma wacana sebaiknya disiapkan teksnya dengan baik dan benar, supaya pesan-pesan dharma wacana bisa diterima dengan baik dan benar oleh umat Hindu. Cara penyajian dharma wacana adalah bisa dengan
spontan, dengan dibacakan, dan melalui media elektronik, guna bisa dijangkau lebih luas oleh para pendengar secara luas dan merata dalam waktu-waktu yang telah ditentukan. Dilaksanakannya kegiatan diklat dharma wacana, merupakan hal positif untuk mencetak kader muda Hindu dan melatih pendharma wacana pemula yang lebih berkualitas dalam memberikan pelayanan publik kepada umat Hindu Indonesia.
Dharma zuacana merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan mengenai ajaran agama Hindu kepada umat Hindu. Dalam melakukan dharma wacana sebaiknya disiapkan teksnya dengan baik dan benar, supaya pesan-pesan dharma wacana bisa diterima dengan baik dan benar oleh umat Hindu. Cara penyajian dharma wacana adalah bisa dengan
spontan, dengan dibacakan, dan melalui media elektronik, guna bisa dijangkau lebih luas oleh para pendengar secara luas dan merata dalam waktu-waktu yang telah ditentukan. Dilaksanakannya kegiatan diklat dharma wacana, merupakan hal positif untuk mencetak kader muda Hindu dan melatih pendharma wacana pemula yang lebih berkualitas dalam memberikan pelayanan publik kepada umat Hindu Indonesia.
Kemudian mengenai materi
dharma wacana dapat dipilih sesuai dengan kondisi dalam masyarakat Hindu atau
sesuai permintaan dari umat Hindu. Materi sajian agar bersifat netral,
harmonis, dan memberikan pencerahan spiritual. Materi sajian diusahakan agar
tidak menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Sajian dharma wacana agar bisa
diterima oleh semua pendengar secara tulus dengan jelas. Materi inti meliputi
tattwa, susila, dan upacara agama Hindu. Dapat pula dipilih materi ajaran Agama
Hindu yang relevan sesuai dengan permintaan umat Hindu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar