Tampilkan postingan dengan label KIDUNG PANCA YADNYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KIDUNG PANCA YADNYA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Maret 2025

Cara Menghaturkan segehan

 Menghaturkan Segehan



Terkait menghaturkan segehan, tentunya terdapat berbagai ragam rupa, bentuk dan jenis-jenis segehan.

Yang akan dijelaskan ini adalah cara dasar yang universal untuk menghaturkan persembahan ke alam-alam bawah, yang dapat digunakan untuk menghaturkan berbagai jenis segehan [kecuali untuk segehan saiban karena caranya berbeda]. Caranya sebagai berikut.

Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa, ketidak-tepatan yang sering terjadi dalam menghaturkan segehan adalah tidak memperhatikan arah pengider-ideran Panca Dewata yang tepat.

Misalnya nasi warna putih pada segehan seharusnya di arah timur justru dipasang di arah barat. Padahal ketika kita menghaturkan segehan sangat penting untuk meletakkan posisi segehan pada pengiderideran yang tepat. Jangan diletakkan secara sembarangan, karena ini berkaitan dengan kekuatan suci Sanghyang Panca Dewata dan hal-hal lainnya. Sehingga segehan sebagai segel suci niskala ini nantinya kekuatannya benar-benar dapat bekerja.

Sama seperti canang, segehan jika dihaturkan sesuai dengan pengider-ideran yang tepat, juga merupakan segel suci niskala yang memiliki kekuatan kerja-nya sendiri. Tapi kekuatan-nya akan lebih aktif jika kemudian segel suci niskala ini kita hidupkan dan gerakkan dengan kekuatan mantra-mantra suci, tirtha [air suci], dupa dan kekuatan sredaning manah [kejernihan dan kebaikan pikiran].

Menghaturkan segehan harus diawali dengan niat sebagai belas kasih dan kebaikan kepada para mahluk-mahluk alam bawah dan dijalankan sebagai sebuah upaya untuk mengurangi kesengsaraan mereka. Pancarkan rasa belas kasih dari hati kita danp ancarkan rasa damai dari upaya kita.

Sifat mahluk alam-alam bawah sebenarnya tidaklah jahat. Mereka menjadi berbahaya karena manusia takut, menghakimi atau tidak menyukai mereka. Ketakutan, penghakiman atau rasa tidak suka ini membuat adrenalin di dalam diri manusian Naik, dimana adrenalin yang naik ini menghasilkan energi yang dirasakan oleh mahluk alam-alam bawah sebagai kekuatan yang hendak menyerang mereka. Itulah sesungguhnya yang menyebabkan mereka berbahaya.

Mahluk-mahluk bawah menjadi garang atau menjadi penuh kasih sayang, semuanya tergantung pada apa yang kita lakukan. Jika kita garang, mereka akan menyerang. Tapi jika kita memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang, mereka akan menjadi penjaga yang sangat meyakinkan. Oleh karena itu, belajar memandang mahluk-mahlukb awah sebagai mahluk-mahluk menderita yang memerlukan pertolongan kita. Minimal setidaknya jangan berpikiran buruk pada mereka. Jauh lebih bagus lagi jika kita mendoakan mereka. Keberadaan mereka seperti siklus berputarnya bunga yang dapat berevolusi menjadi sampah dan sampah yang dapat berevolusi menjadi bunga.

Demikianlah evolusi jiwa-jiwa dalam siklus samsara, sesuai akumulasi karma kita masing-masing. Yang kita sebut sebagai mahluk-mahluk alam bawah, sangat mungkin di kehidupan-kehidupan sebelumnya adalah sesama manusia, yang bahkan kita kenal dekat. Alam kegelapan adalah sisi sampah dari alam suci. Tanpa kegelapan tidak ada kesucian. Tapi hakikat di dalam semua makhluk adalah sama, yaitu Atman.

Sehingga menghadapi mereka, selalu dengan pikiran positif, tenang-seimbang, penuh belas kasih dan kebaikan. Lihatlah mereka bukan sebagai mahluk-mahluk jahat, melainkan sama seperti kita, yaitu makhluk yang sedang belajar berkembang menuju kesadaran Atma.

Dalam ajaran dharma kita memberikan mereka persembahan, serta mendoakan mereka agar mereka damai dan bahagia. Ini merupakan bentuk belas kasih dan kebaikan kepada semua makhluk, sekaligus menebarkan energi keharmonisan dan kedamaian ke semua arah. Sebagai hasilnya, minimal setidaknya mereka tidak akan mengganggu kita.

Seburuk apapun para mahluk bawah tersebut, teruslah melihat mereka mahluk-mahluk baik, yang karena berbagai sebab saat ini sedang mengalami kesengsaraan, sehingga sangat memerlukan kebaikan hati kita. Ini satu-satunya cara untuk merubah mereka agar menjadi mahluk baik. Begitu mereka menjadi mahluk baik mereka tidak saja tidak akan mengganggu kita, tapi sekaligus di dalam diri jiwa kita sendiri juga menjadi terang dan indah.

Inilah urutan tata-cara dasar untuk menghaturkan persembahan segehan ke sor [ke alam-alam bawah], sebagai berikut di bawah ini.

A. Langakah- Langkah Menghaturkan Segehan

Langkah 1

Cara menghaturkan segehan adalah dengan meletakkannya di natah [tanah, lantai], atau di bawah, yaitu di Ibu Pertiwi, jadi bukan diletakan pada palinggih. Saat meletakkan [menghaturkan] segehan, kita juga harus memperhatikan arah mataa ngin terkait pengider-ideran Panca Dewata dan tata letak warna-warni segel kosmik pada segehan yang sesuai [misalnya nasi warna putih pada segehan di arah timur].

Pada waktu menghaturkan segehan hendaknya didampingi dengan menghaturkan canang. Canang ini berfungsi sebagai segel naungan kekuatan para Ista Dewata. Jangan lupa juga saat meletakkan [menghaturkan] canang ini memperhatikan arah mata angin terkait pengider-ideran Panca Dewata.

Tapi jika saat menghaturkan segehan tidak dapat kita dampingi dengan menghaturkan canang, maka selayaknya dalam ituk-ituk pada segehan kita isi dengan sedikit bunga. Bunga ini sama berfungsi sebagai segel naungan kekuatan para Ista Dewata.

Langkah 2

Selipkan sebatang dupa pada segehan, atau kita tancapkan di tanah.

Secara tradisional, pada segehan juga dipergunakan api takep [dari dua buah sabut kelapa kering yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda silang tapak dara atau swastika].

Tapi di jaman modern ini kita boleh cukup dengan menggunakan dupa saja, karena yang terpenting adalah kehadiran api-nya.

Dupa [atau api takep] adalah segel niskala untuk mengundang turunnya kehadiran Sanghyang Triyodasasaksi [tiga belas manifestasi Sanghyang Acintya] sebagai saksi semesta pelaksanaan sebuah yadnya, Sanghyang Agni sebagai penghantar yadnyad dan Sanghyang Brahma sebagai penerang jiwa semua mahluk.

Langkah 3

Kita lanjutkan dengan metabuh.

Kita tabuhkan berem dan arak dengan disiratkan memutar mengelilingi segehan [dan canang] ke kiri atau berlawanan arah dengan jarum jam sebanyak 3 [tiga] kali. Memutar ke kiri adalah simbolik [segel niskala] dari kekuatan memutar ke arah bawah [turun], atau dihantarkan ke alam-alam bawah.

Metabuh ini kita lakukan sambil mengucapkan mantra :

“Om ibek segara, Om ibek danu, Om ibek banyu premananing hulun“

Catatan :

Saat menyiratkan memutar ke kiri pertama ucapkan mantra “Om ibek segara”, menyiratkan memutar ke kiri kedua ucapkan mantra “Om ibek danu” dan

menyiratkan memutar ke kiri ketiga ucapkan mantra

 “Om ibek banyu premananing hulun“.

Langkah 4

Siratkan tirtha [air suci] sambil mengucapkan mantra :

“Ong Mang Parama-Shiwa amertha ya namah svaha“

Langkah 5

Ayabang segehan dengan menggunakan tangan kanan. Jepit bunga dengan jari telunjuk dan jari tengah. Gerakan ngayabang harus lembut dan jelas, dari sisi luar belakang ke arah depan. Sambil mengucapkan mantra menghaturkan segehan dan menyomiakan sarwa bhuta, untuk pencapaian kebahagiaan dan bebasnya dari kesengsaraan dari sarwa bhuta tersebut.

Terdapat 2 pilihan mantra untuk memberikan persembahan segehan ke alam-alam bawah. Mantra yang mana saja boleh kita gunakan [ucapkan]. Yaitu sebagai berikut.

Mantra pilihan pertama :

“Om Ang Kang Kasolkaya Isana wosat,
Om swasti-swasti sarwa bhuta sarwa kala sukha pradana ya namah svaha,
Om A Ta Sa Ba I sarwa butha sarwa kala
murswah wesat Ah Ang,
Ong sah wesat ya namah svaha,
Om shanti shanti shanti Om“

Mantra pilihan kedua [lebih pendek] :

“Om Sa Ba Ta A I Panca Maha Bhuta ya namah svaha,
Om swasti-swasti sarwa bhuta sarwa kala sukha pradana ya namah svaha,
Ong sah wesat ya namah svaha,
Om shanti shanti shanti Om“

Intisari dari makna 2 [dua] mantra tersebutadalah mendoakan mahluk-mahluk bawah agar mereka bahagia bebas derita.

Langkah 6

Kemudian kita lakukan metabuh sekali lagi [metabuh kedua]. Kita tabuhkan berem dan arak dengan disiratkan memutar mengelilingi segehan [dan canang] ke kanan atau searah dengan jarum jam sebanyak 3 [tiga] kali. Ini adalah memutar dengan arah yang sebaliknya dari metabuh yang pertama.

Memutar ke kanan adalah kekuatan memutar ke arah atas [naik], atau mengangkat naik ke alam-alam suci. Ini disebut ngeluhur, yaitu kekuatan untuk menghantar naik ke alam-alam suci.

Metabuh ini kita lakukan sambil mengucapkan mantra :

“Om ibek segara, Om ibek danu, Om ibek banyu premananing hulun“

Catatan :

Saat menyiratkan memutar ke kanan pertama ucapkan mantra “Om ibek segara”, menyiratkan memutar ke kanan kedua ucapkan mantra “Om ibek danu” dan menyiratkan memutar ke kanan ketiga ucapkan mantra 

“Om ibek banyu premananinghulun“.

Langkah 7

Setelah selesai metabuh, kita sirat-siratkan kembali tirtha [air suci] sambil kita mengucapkan mantra :

“Ong Mang Parama-Shiwa amertha ya namah svaha,

Om ksama sampurna ya namah svaha,

Om siddhirastu tat astu astu svaha”

Dengan demikian kita telah memberikan segehan [hidangan makanan] yang ditujukan ke sor. Kita telah melakukan upaya untuk menyomiakan sarwa bhuta [mahluk-mahlukalam bawah], serta sekaligus mengharmoniskan kembali getaran energi negatif di sekitar lingkungan kita. Dengan satu-satunya tujuan, yaitu dengan dasar

belas kasih dan kebaikan, agar semua mahluk bahagia bebas derita


B. Segehan pada tingkat rumah tangga  saat  perayaan tawur Agung Kesanga 

Segehan di tujukan kepada sang kala tiga bucari yaitu : Bhuta Buchari, Kala Bhucari, dan Durgha Bhucari :

1. Di HALAMAN MERAJAN KEMULAN dihaturkan

Segehan Agung Cacahan solas (11) Tanding dengan tetabuhan arak & brem ditujukan kepada Sang Bhuta Bhucari,

Mantramnya :

“Ih Bhuta Bhucari, manusan nira angaturaken segehan, iki tadah saji sira segehan cacahan 11 tanding, madaging beras, jinah paketengan pinaka pamogpog maka kirang nira aja nyengkalen waduan sira among maka jiwa pramana waduan sira. Wus amangan anginum lah ta sira pamantukan ring karang nguni soang-soang”

2. Di PEKARANGAN RUMAH

Dihaturkan segehan Manca Warna Sia (9) Tanding, berisikan daging ayam brumbun (ayam dengan bulu warna-warni) dengan tetabuhan arak & brem, toya anyar ditujukan kepada

Sang Kala Bhucari,

Mantramnya :

“Ih kala Bhucari, manusan nira angaturaken segehan, iki tadah saji sira segehan manca warna 9 tanding, madaging beras, jinah paketengan pinaka pamogpog maka kirang nira, aja nyengkalen waduan sira among maka jiwa pramana waduan sira. Wus amangan anginum lah ta sira pamantuka ring karang nguni soang-soang”


3. Di LEBUH RUMAH atau Pamedal Karang dipasang sanggah cucuk di sebelah kanan.

Pada sanggah cucuk tersebut diletakkan peras daksina, ajuman, banten pedanan, tumpeng ketan, panyeneng dan rerasmen. Pada sanggah cucuk tersebut digantungkan juga sujang (batang bambu kecil 2 biji masing-masing diisi arak & brem)

- Haturan di sanggah cucuk tersebut ditujukan kepadaS ang Durgha Bhucari.

Ring Sor (bawah) sanggah cucuk diletakkan segehan Manca Warna sia (9) Tanding, berisi daging ayam brumbun, tetabuhan arak & brem ditujukan kepada Sang Kala Raja & Sang Bhuta Raja.

Selain itu juga dihaturkan SEGEHAN Cacah 108 (satus kutus) berisi jeroan mentah, Segehan Agung 1 tanding ditujukan kepada Sang Kala Bala & Sang Bhuta Bala.

- Atau lebih sederhana dihaturkan 1 segehan warna 9 sesuai dengan warga pangider dewata nawa sanga.

Keempat Bhuta Kala yang dihaturkan segehan di bawah ini merupakan pengikut dari Bhatari Durgha.

Mantramnya : 

“Ih kala Bhucari, manusan nira angaturaken segehan, iki tadah saji sira segehan, madaging beras, jinah paketengan pinaka pamogpog maka kirang nira, aja nyengkalen waduan sira among maka jiwa pramana waduan sira. Wus amangan anginum lah ta sira pamantuka ring karang nguni soang-soang”

Ampura yening wenten perbedaan kembali kepada desa mewicara( desa kalapatra) , kutipan puniki dimuat kembali bertujuan untuk saling berbagi mangde sami belajar lan eling ..

Matur suksma 🙏🙏

Om santi, santi, santi om


Jumat, 25 Maret 2022

KIDUNG WARGA SARI




MENDAK BHATARA

(wargasari)

1.Asep pejati wus katur,

Mendak Ida Bhatarane,

Peneteg lan canang arum,

Canang gantal canang sari,

Parekan pada menangkil,

Pedek sami nunas ica,

Ngadpada manyungsung,

Mengaturang palinggih.


2.Tengeran Bhatara rawuh,

Ketug lindu manggalana,

Kilat tatit kuwug-kuwug,

Dumilah ngadeg ring langit,

Raris maduluran angin,

Mangalinus maring jagat

Rempak taru rubuh,

Katibanan angin.


3.Bhatara makire tedun,

Anglayang diambarane,

Busanane sarwa murub,

Tur anunggang wyalapati,

Warnane angresing hati,

Risampun prapti ring pura,

Ancangan tumurun,

Natasang pelinggih.


4.Dibale manike luhung,

Mapanyengker ring tlagane,

Kadagingin tunjung tutur,

Tunjung bang tunjung putih,

Ring madyaning bale alit,

Ida Bhatara mabawos,

Nganggit sekar jepun,

Sekarang memargi.


WARGA SARI

1.Purwakaning angripta rum,

Ning wana ukir,

Kahadang labuh kartika,

Panedenging sari,

Angayon tangguli ketur,

Angringring jangga mure.


2.Sukania harja winangun,

Winarna sari,

Rumrumning puspa priyaka,

Ingoling tangi,

Sampuning riris sumahur,

Munggwing Srengganing rejeng.



IDA RATU

1.Ida ratu saking luhur,

Kawula nunas lugrane,

Mangda sampun titiang tandruh,

Mengayat bhatara mangkin,

Titiang ngaturang pejati,

Canang suci mwang daksina,

Sarwa sampun puput,

Pretingkahing saji.


2.Asep menyan majagahu,

Cendana nuwur dewane,

Mangda ida gelis rawuh,

Mijil saking luring langit,

Sampun medabdaban sami,

Maring giri meru reko,

Ancangan sadulur,

Sami pada ngiring.


3.Bhatarane saking luhur,

Ngagegana diambarane,

Penganggene abra murub,

Parekan sami mangiring,

Widyadara – Widyadari,

Pada madudon dudonan,

Prebhawa kumetug,

Angliwer ring langit.


4.Dibale manike luwung,

Mapanyengker ring telagane,

Kadagingin tunjung tutur,

Tunjung abang tunjung putih,

Ring madyaning bale alit,

Ida Bhatara mabawos,

Nganggit sekar jepun, 

Sekarang ke Bali.


5.Ring bale emase parum,

Linggih Ida Bhatarane,

Bale mas ngranyab murub,

Upacara sarwa luwih,

Luhure sutra putih,

Ida Bhatara mabawos,

Bawose diluhur,

Pacang turun gelis.


BRAMARA NGISEP SARI

1.Om om sembah i katunan,

Dumadak juwa keaksi,

Munggwing pangubhaktin titiang,

Diastun langkung tuna sami,

Pakirang artha wibawa,

Nista solah lawan wuwus,

Miwah banget hina budhi.


2.Mogi tan kecakra bhawa,

Titiang i katunan sami,

Nista kaya wak lan manah,

Langgeng ngulami Hyang Widhi,

Sang suksma maha acinthya,

Nirbhana siwa kasengguh,

Singidang ring tampak aksi.


NING SUCI

Ning suci bhakti sumawur,

Canang tetep pingature,

Tetep labe putih kuning,

Pametik jepun sumadi,

Jambe anom ludra tiga,

Papijitan soroh lumlum,

Gande maosari.


NGASTAWA DEWA 

(adri)

1.Tembang adri pengastawa ayu,

Ngastawa Ida Bhatara,

Ngastiti Ida Hyang Widhi,

Dasa indria sami kumpul,

Panca wisayane kumpul,

Malih maring rasa sukla,

Ring putih hati manerus,

Bayu sabda idep sukla,

Anggragap pranawa sukla.


2.Egar manah ira ngesti hayu,

Ngesti Bhatarane,

Kalih Ida Sang Hyang Widhi,

Madak ica ida nerus,

Betel kangin betel kauh,

Ngulayang ka welas harsa,

Angestiang brata sadhu,

Ngesti Ida Hyang Bhatara,

Nunas sarining amerta.


TURUN TAUN

1.Turun taun sigedong sari,

Mumbul katon swarga mulya,

Langan de side nurunang sari,

Sarin mretha sarin sedana,


2.Kukus katon siputiq jati,

Margan de side siq micayang,

Muncrat mencur tirtan de kaji,

Sweca de kaji bepaica.


3.Kaji ngaturang pangubhakti,

Bhakti nunas panugrahan,

Muncar katon gedong de kaji,

Atep maniq kertha muliya.


4.Lawang emas winten sari,

Tēmbok emas becerancang,

Bepelinggihan kursi maniq,

Pengayah atep lēq natar.


MANDAMALON

OOO/O-O/-OO/O-O/O-O/OO

1.-.Stutinira tān tulūs Sinahurān paramārta Çiwa,

-.Anaku huwūs katōn Abimantānta temūnta kabeh,

-.Hana panganūgrahāngku Çadhu sākti winĩmba sara,

-.Pasupati sāstra kāstu Pangarānnya nihān wulati.


2.-.Wuwus sira Sānghyang Ĩçwara mijĩl tang apūy ritangan,

-.Wawang asarĩra katāra mangĩnditakēn warayang,

-.Tinarima Sāng Danān Jaya tikāng sara sūksma tika,

-.Nganala sarĩra sātmaka lawān warayāng wekasan. 


3.-.Kretawara Sāng Danān Jaya manembāh hatĩ pranata,

-.Pinisalinān larās makuta Tan hanā kalah hālah,

-.Winara warāh sirēng aji danūr dara sāstra kabeh,

-.Kreta semayāng prayōga dadi sūksme Bhatāra Çiwa.


4.-.Sahasura sĩddha çārana parēng kesana sūnia mwah,

-.Rasa tanirāt hidēp nrepati putrā katōnanira,

-.Kadi masalĩn sarirā suka tan pabalĩk prihati,

-.Satiru tirūn kretārta sira denĩ kadhira nira.


5.-.Hanamara jānma tān pamihutang brata yōga tapa,

-.Angentul amĩnta wĩrya sukanĩng Widhĩ saha sika,

-.Binalikakēn purĩh nika lwĩh tinemūnia lara,

-.Sinakitanĩng rajāh tamahinān dehāning prihati.


PUPUH JERUM

1.Kidung pangundang ring bhuta,

Basa lumbrah pupuh jerum,

Bhuta asih Widhi asung,

Caru pasajene reko,

Genep saha upacara,

Manut warna lawan ungguh,

Sekol iwak pada bina,

Olah-olahan sadulur.


2.Pangideran panguripan,

Kangin panca putih mulus,

Kelod siya barak mungguh,

Kawuh kuning pitu enggon,

Kaje selem urip patpat,

Manca warna tengah brumbun,

Akutus panguripannya,

Babhutane manut ungguh.


3.Kangin ring angin magenah,

Kelod ring api amungguh,

Ring tanahe sane kawuh,

Kaje ring toya manongos,

Ring embange bhuta tengah,

Malih sane bilang bucu,

Manut urip lawan warna,

Tengos babhutan karedung.


4.Kaje kangin urip nemnem,

Yen ring warna rupa klawu,

Kelod kangin hurip kutus,

Nasak gedang warna kawot,

Kelod kawuh warna kwanta,

Panguripannya tetelu,

Kaje kawuh warna gadang,

Jati tunggal hurip ipun.


5.Babhutania ne kinucap,

Prete pisaca aran ipun,

Bhuta kala dengen rusuh,

Ring durgama ne manongos,

Ring alas tukad segara,

Ring pangkung pangkung kredung

Genep sami siya warna

Kang inundang sida rawuh.


6.Yan sira sampun wus nadah.

Gati prasama mewantuk,

Ngungsi unggwane swang mantuk

Aja mami gena wong,

Miwah mami gena yadnya,

Asih kumasih satuwuk,

Ngawe degdeg jagad raya,

Jane pade manggih hayu.


NGIRING MANGKIN

Ngiring mangkin tampekang

Malinggih raris mebhakti,

Mengayat ngaturang canang,

Canang sari segewan daun,

Maduluran canang gantal,

Sajeng sari,

Kukuse mengasti dewa.


MERDUKOMALA

---/OO-/O-O/OO-/O-O/OO

1.-.Ong sembahning anata tinghalana detriloka sarana.

-.Wahyedyatmika sembahning hulun, ijengta tan hana waneh.

-.Sang lwir agni sakeng tahen kadi minyak sakeng dadi kita.

-.Sang saksat metu yan hana wang amuter tutur pinahayu.


2.-.Wyapi wyapaka sarining parama tatwa durlaba kita.

-.Icchantang hana tan hana ganal alit lawan hala hayu.

-.Utpatti sthitti linaning dadi kita ta karana nika.

-.Sang sangkan paraning sarat sakala niskalatmaka kita.


TOTAKA

1.Çaçiwimba haneng ghata mesi banyu

Ndanasing suci nirmala mesi wulan

Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin

Ring angambeki yoga kiteng sakala


2.Katemunta mareka sitan katemu.

Kahidepta mareka sitan kahidep

Kawenangta mareka sitan kawenang

Paramarta siwatwa nirawarana


TIRTA UTAMA 

( adri )

1.Tirta utama lwir sandi nerus,

Icenin para damuhe,

Sane sandi mapasupati,

Penyapsap lara agung,

Salwire lara kesapuh,

Moksah hilang gelis punah,

Hala hilang leteh dudus,

Mundur kegumi kahyangan,

Tibenin tirtha utama.


2.Tirta utama sakti manerus

Paicain kaulane mangkin

Ne sandi mapasupati

Panyupatan lara agung,

Salwiring lara kasapuh

Hilang muksa maring sunya

Letuh hilang hala dudus

Katibening antuk tirta

Paican Ida Bhatara.



TURUN TIRTHA

(turun taun)

1. Nunas tirtha ring Hyang Widhi

Kalih Ida Hyang Bhatara

Tirtha suci maha sakti

Pangleburan dasa mala


2. Kawula nunas amertha suci

Ne nyiratang pinandita

Raga suci manah ening

Tetuladan para warga


NUNAS TIRTHA

(wargasari)

1.Turun tirtha saking luhur

Tirtha panca Dewatane

Brahma tirtha kamandalu

Hyang Iswara sanjiwani

Mahadewa kundalini

Hyang Wisnu tirtha pawitra

Hyang Siwa pamuput

Amertha kinardi. 


2.Turun tirtha saking luhur

Ne nyiratang pemangkune

Makalangan muncrat mumbul

Mapan tirtha amertha jati

Paican bhatara sami

Panglukatan dasa mala

Sami pada lebur

Malane ring gumi.


3.Nunas tirtha pangelebur

Wangsuh pada Dewa Dewi

Tirtha suci adi luhung

Tirtha amertha jati sidhi

Panugrahan dewa sami

Brahma Wisnu Maheswara

Laksmi Uma Sambu

Nglebur malan gumi.


M I J I L

Sampun puput nunas tirtaning suci,

Trepti jaba jero bayu landuh,

Sabda lan idepe,

Ngepah muput matur pangubhakti,

Om Shanti Shanti Shanti,

Mangguh hayu teduh landuh.



Puput

OM Santi Santi Santi OM